Yuni Sahara (Loyalitas Pelanggan Dalam Pandangan Islam)


LOYALITAS PELANGGAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Yuni Sahara
Mahasiswa Program Studi Bisnis dan Manajemen Syariah
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

1.    Paradigma Islam sebagai dasar pengembangan konsep Loyalitas Pelanggan dalam pandangan Islam.
Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana pentingnya paradigma islam untuk pengembangan ilmu. Adapun dalam penelitian ini beberapa paradigm tersebut antara lain tauhid, ibadah, akhlak, ilmu dan manusia.
1.1    Pentingnya paradigma Islam dalam pengembangan ilmu.
Dalam hubungannya dengan konsep dan perkembangan ilmu, yang dapat disimpulkan dari Al-Qur'an ada 3 hal pokok, yaitu: (1) tujuan ilmu; (2) cara mengembangkan ilmu; dan (3) pembuktian ilmu.
konsep dan perkembangan ilmu menurut Al-Qur'an mengandung tiga tujuan utama, yaitu:Pertama, agar manusia mempercayai dan meyakini kebenaran islam yang meliputi keimanan kepada: (a) Tuhan dengan segala sifat-sifatNya; (b) wahyu dan segala kaitanya dengan kitab-kitab suci, malaikat dan para nabi; dan (c) hari kemudian bersama dengan balasan dan ganjaran Tuhan.Kedua, agar manusia memiliki budi pekerti (akhlak karimah, yang bertujuan mewujudkan keserasian hidup bermasyarakat, dalam bentuk gotong royong, memelihara amanat, kebenaran, kasih saying, tanggung jawab dan lain-lain.Ketiga, agar manusia menaati hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya, sesamanya, alam sekitarnya dan dengan Tuhannya(Nanang Gojali, 2013).
Pentingnya paradigma Islam dalam pengembangan ilmu yaitu, untuk mempermudah klasifikasinya tentang ilmu pengetahuan kedalam kategori ilmu Fardu 'Ain (khusus) dan ilmu Fardu Kifayah (umum), dengan demikian keduanya dapat saling melengkapi.Islam mengajak kaum muslimin untuk mencari, mendapatkan dan mengkaji ilmu dan kearifan serta menempatkan orang-orang yang memiliki pengetahuan tinggi pada derajat yang tinggi.Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat penting. Sehingga mencari ilmu itu hukumnya wajib (Muchtar, Heri Jauhari, 2005)
Dalam pengembangan ilmu dalam islam dibutuhkan dasar dari sumber-sumber pengembangan ilmu yaitu Al-Qur'an dan Hadist yang seluruh kandungan dalam keduanya adalah ilmiah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan apapun yang dikembangkan umat manusia telah ada dalam kedua sumber Islam tersebut.Oleh karena itu, keduanya dapat dijadikan sumber rujukan langsung dalam upaya pengembangan jenis ilmu apapun didunia ini.Artinya ilmu apapun sudah ada dalam Al-Qur'an maupun Hadist (Walbrigde, 2011).
Para pakar keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Qur'an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika. Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filsuf muslim atau nonmuslim pada masa-masa silam, atau klasifikasi yang belakangan ini dikenal, seperti ilmu-ilmu social, pemikir islam abad ke-20, khususnya setelah seminar pendidikan isam di Mekkah pada tahun 1977, mengklasifikasi ilmu menjadi dua kategori yaitu;Pertama, ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Qur'an dan Hadis serta segala sesuatu yang dapat diambil dari keduanya.Kedua, ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antarbudaya selama tidak bertentangan dengan syariat sebagai sumber nilai (Nanang Gojali, 2013).
Metode pengembangan ilmu dalam Islam yaitu bukan hanya diajarkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan pribadi dan keluarganya, melainkan harus diajarkan dan dimanfaatkan untuk kebenaran sehingga manusia tidak tersesat dalam kehidupannya (Zainuddin Ali, 2011).
Abu Darda radiyallahu 'anhu berkata "engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga engkau menjadi orang yang belajar, dan engkau tidak dianggap alim tentang suatu ilmu, sampai engkau mengamalkannya".
Dari hadis tentang pendidikan diatas, diperoleh informasi bahwa pendidikan dalam islam mengandung tiga tujuan pokok, yaitu; (a) kebahagiaan hidup dunia dan kahirat (b) beribadah kepada Allah (c) pengembangan potensi
Ilmu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Sebab dengan ilmulah manusia dapat bertahan hidup dan mengetahui segala cara untuk memenuhi kehidupan hidupnya.

1.2    Paradigma Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububuiyah, uluhiyah dan asma' wa sifat. Tauhid sendiri berasal dari bahasa arab "wahhada-yuwahhidu-tauhiidan", artinya mengesakan atau menunggalkan dari sekian banyak yang ada (Muhammad Hanafi, 2003)
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artinya:
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(Al-Qur'an Surah Al-Baqarah 2:163)
Karena makna tauhid sendiri bukan sekedar mengesakan Allah, bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Allah, dan wahdaniyah (keesaann) Allah, bukan pula sekedar mengenal Asma' dan sifat Allah. 

1.3    Paradigma Ilmu
Ilmu yaitu Pengetahuan yang sudah diklarifikasi, diorganisasi, disistematisasi dan interpretasi menghasilkan kebenaran objektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.Pengetahuan dapat diperoleh manusia melalui wahyu yang diyakini bersifat absulut (mutlak benar) dan pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal yang bersifat relative mungkin benar dan mungkin salah. Pada dasarnya ilmu dalam ajaran islam mempunyai klasifikasi dan karakteristik yang bersifat ilahiyah. Oleh karena itu, ilmu dalam islam tidak dapat dipisahkan dengan iman. Dengan demikian manusia berusaha untuk mempunyai ilmu untuk membina iman yang dapat membahagiakan hidupnya didunia dan diakhirat (Zainuddin Ali, 2011).
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'alayang artiya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
(Al-Qur'an Surah Al Mujaadilah 58:11)
Sebagaimana yang dikatakan oleh 'Ali bin Abi Thalib radiyallahu 'anhu "ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu yang akan menjagamu sedangkan harta kamulah yang akan menjaganya. Ilmu itu adalah hakim sedangkan harta adalah yang dihakimi.Telah mati para pemilik harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia".
Dengan demikian ilmu dalam kehidupan manusia sangatlah penting, karna dengan ilmulah manusia dapat meneruskan kehidupannya. Dengan ilmu tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka dalam kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan yang akan dicontoh oleh manusia lainnya.

1.4    Paradigma Ibadah
Ibadah merupakan Peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah.Dalam hal umum ibadah mencakup semua prilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapatkan ridho Allah, ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud dengan tugas hidup manusia.Dalam hal yang lebih khusus ibadah mencakup prilaku manusia yang dilakukan manusia atas perintah Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Bahkan akan dapat menghindari dari perbuatan jahat dan munkar baik terhadap diri sendiri, masyarakat maupun lingkungannya (Ishaq Abdulhad, 1994).
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup didunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan Allah untuk beribadah.
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'alayang artinya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku".
(Al-Qur'an Surah Adz Dzaariyaat 51:56)
Maksud ibadah dalam islam bukanlah tujuan akhir, melainkan tujuan antara untuk sampai pada tujuan akhir yaitu menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Allah. Dengan kata lain, ibadah kepada Allah merupakan program pembinaan keimanan dan ketakwaan. Ada beberapa fungsi ibadah yaitu:Pertama, sebagai seorang yang mengaku sebagai hamba sudah sepatutnya menaati semua perintah Dzat yang telah menciptakan dirinya. Meskipun ibadah itu berat, seorang hamba akan berusaha melaksanakannya. Yang jelas tidak satupun perintah yang diluar kemampuan hambaNya.Kedua, ibadah berfungsi untuk membuktikan kesadaran bahwa seorang hamba diciptakan, diberi rezeki, diberi umur panjang dalam keadaan sehat wal'afiat.Semua itu pemberian dari Allah.Ketiga, seorang hamba berbakti kepada Allah pada dasarnya karena ia menyayangi dirinya sendiri sebab beribadah atau berbakti kepa Allah akan kembali kepada dirinya sendiri. Ibadah bukan untuk Allah sebab Allah tidak membutuhkan ibadah hambaNya.Bagi Allah seorang hamba mau beribadah atau tidak, tidak menjadi masalah.Ada atau tidak ada seorang yang beribadah kepada Allah, tidak aka nada pengaruhnya bagi kekuasaan dan keagungan Allah.Keempat, dengan beribadah seorang hamba merasa lebih dekat dengan Allah sebab orang yang merasa dirinya diciptakan dan diurus oleh Allah, pasti akan merasa lebih dekat dengan Allah.Kelima, ibadah kepada Allah merupakan satu-satunya cara untuk menggapai tujuan hidup ingin selamat didunia ataupun diakhirat (Nanang Gojali, 2013).

Pada hakikatnya memang ibadah ditujukan kepada Allah namun sebenarnya maslahatnya itu untuk manusia karena Allah Maha Kaya dan tidak butuh apa-apa dari manusia.Setiap ibadah dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulullah.Dengan demikian, ibadah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas meliputi semua aspek kehidupan manusia mulai kehidupan pribadi, keluarga, berekonomi, bersosial budaya, berpolitik dan lain sebagainya. Artinya, bahwa dalam islam tidak satupun perbuatan manusia yang diluar bingkai ibadah, mulai bisikan hati, sampai perilaku perbuatan. Semuanya bisa bernilai ibadah disisi Allah, sekalipun hanya tersenyum ketika berpapasan dengan orang lain.

1.5    Paradigma Akhlak
Komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang tata prilaku/sopan santun. Akhlak dapat juga disebut sebagai aspek ajaran islam yang mengatur prilaku manusia. Akhlak melihat perbuatan manusia dari segi nilai/etika yaitu prilaku yang baik dan yang buruk. Akhlak merupakan bagian yang sangat penting dalam ajaran islam karena prilaku manusia merupakan obyek utama ajaran islam. Akhlak merupakan system etika islam. Sebagai system, akhlak memiliki spectrum yang luas mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lainnya serta terhadap Tuhannya (Ishaq Abdulhaq, 2002).
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh".
(Al-Qur'an Surah Al A'raaf 7:199)
Dengan demikian, baiknya akhlak seorang manusia akan menjadikannya pada akhlak yang baik begitu juga sebaliknya buruknya akhak seorang manusia akan menjatuhkannya pada akhlak yang buruk yang membawa kesesatan.

1.6    Paradigma Manusia
Makhluk Allah yang paling sempurna dan ciptaan terbaik yang dilengkapi dengan akal pikiran (Bukhari Umar, 2010).Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang sempurna diserahi amanah dari Allah menyandang tugas sebagai khalifah dibumi.Diantara makhluk ciptaan Allah manusialah makhluk tertinggi, manusialah yang ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah/penguasa dipermukaan bumi.Manusia sebagai khalifah dibumi berhak mengelola lingkungan hidup yang dapat memberi manfaat baginya (Zainuddin Ali, 2011).
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
(Al-Qur'an Surah Al-Baqarah 2:30)
Manusia hidup sebagai makhluk social tidak bisa bebas dan harus bertanggung jawab.Allah menciptakan manusia mempunyai tujuan, yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini.Jin dan manusia harus beribadah kepada Allah.Pertanggung jawaban manusia tertuju kepada segala perbuatan, tindakan, sikap hidup sebagai pribadi atau masyarakat.Manusia memiliki tanggungjawab terhadap Allah dan sesama manusia yang meliputi semua aspek kehidupan.Tanggungjawab adalah mempertahankan keadilan, keamanan dan kemakmuran (Yatimin Abdullah, 2007).
Untuk itu manusia diperintahkan mengagungkan dan menyucikan Allah. Disisi lain manusia dikatakan sebagai makhluk social  yang artinya manusia tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik tanpa bantuan orang lain (Yatimin Abdullah, 2006).

2.    Konsep Loyalitas Pelanggan Menurut Paradigma Islam
2.1    Implementasi Tauhid dalam Konsep KeyakinanMenurut Paradigma Islam
Keyakinan yang kokoh terhadap wujud (keberadaan) Allah, bahwa Allah mempunyai sifat-sifat Sempurna dan Agung dan hanya Allah adalah yang berhak untuk disembah.Hati meyakini hal itu dengan keyakinan yang pengaruhnya terlihat dalam tingkah laku sesorang, berupa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Asri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad, 2006).
Tauhid adalah landasan utama untuk mengakui dan meyakini keesaan Allah, dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala kemusryikan.Bertauhid kepada Allah artinya hanya mengakui hukum Allah yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah yang mengikat manusia secara mutlak.Tauhid merupakan landasan utama dan pertama dalam keyakinan Islam dan implementasi ajaran-ajarannya. Tauhid mempunyai kedudukan dan fungsi sentral dalam kehidupan muslim. Bagi seorang muslim tauhid menjadi dasar dalam aqidah, syariat dan akhlak (Abdullah Aly, 2011).
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Katakanlah, " Dialah Allah, Yang Maha Esa".
(Al-Qur'an Surah Al Ikhlas 112:1) 
Namun dalam loyalitas pelanggan keyakinan memiliki arti yang berbeda yaitu suatu keyakinan terhadap pemberi suatu produk atau perusahan untuk diberikan benar-benar diterima kembali dimasa yang akandatang sehingga pelanggan tersebut benar-benar yakin bahwa apa yang telah dipilihnya adalah benar-benar yang terbaik sehingga terciptalah loyaitas pelanggan yang tinggi. Dengan demikian, yang dimaksud dengan keyakinan dalam loyalitas pelanggan adalah bagaimana para pebisnis mampu meyakinkan para pelanggannya agar tetap menjadi pelanggan yang loyal terhadap usahanya tersebut.

2.2    Implementasi Ilmu dalam konsep Pengetahuan Menurut Paradigma Islam
Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif, yang bertujuan untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia.Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu dapat diperoleh melalui observasi, klasifikasi dan eksperimen.Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan ciri khas manusia, Karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidupnya (Amsal Bakhtiar, 2010).
Firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
(1)Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan,, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia,,(4) Yang mengajar manusia dengan perantara pena, (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Al-Qur'an Surah Al-Alaq 96:1-5)
Pengetahuan ialah merupakan hasil "tahu" dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (soekidjo, 2002)
Namun dalam loyalitas pelanggan yang dimaksud dengan pengetahuan yaitu segala sesuatu yang diketahui oleh perusahaan mengenai apa yang disukai dan diharapkan oleh konsumen dari perusahaan tersebut melalui pengalaman, pengamatan atau akal pikiran pemilik perusahaan itu sendiri. Sehingga perusahaan mampu melakukan sesuatu yang diharapkan oleh konsumen demi keberlangsungan perusahaannya tersebut.

2.3    Implementasi Ibadah dalam konsep Aturan menurut Paradigma Islam
Ibadah, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai penghambaan atau pengabdian diri kepada Tuhan, adalah salah satu unsur penting dalam setiap agama, termasuk islam. Hakikat ibadah adalah bentuk ekspresi keimanan seorang hamba kepada Tuhan sebagai unsur terpenting dalam setiap agama(Nanang Gojali, 2013).
Firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasulullah (Muhammad) agar kamu diberi rahmat".
(Al-Qur'an Surah An-Nur 24:58)
Menurut Lidya Harlina Martono Aturan adalah pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur.Jika tidak terdapat peraturan maka manusia bisa bertindak sewenang-wenang tanpa kendali dan sulit diatur.
Namun dalam konsep loyalitas pelanggan Aturan merupakan hubungan manusia dengan manusia. Konsep aturan dalam loyalitas pelanggan merupakan suatu tanggung jawab yang dapat dicapai apabila dapat memenuhi apa yang diharapkan dan yang telah dijanjikan kepada para pelanggan.

Akhlak dapat dikatakan sebagai akhlak yang islami apabila akhlak tersebut bersumber pada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akhlak dapat diartikan suatu kepribadian setiap muslim. Akhlak islami merupakan amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indicator seseorang, apakah seseorang memiliki kepribadian yang baik atau buruk.Rasulullah sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna (Deden Makbuloh, 2010).
Firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya".
(Al-Qur'an Surah Al-Mu'minun 23:61)
Kepribadian adalah seluruh cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.Disamping itu kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti pada orang yang pemalu atau orang yang plin plan, pengecut (Robins Steven, 2008).
Kepribadian memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan loyalitas pelanggan karena kepribadian merupakan cerminan akhlak yang sebenarnya yang berpotensi.untuk dapat membentuk hal tersebut maka perusahaan harus mampu menunjukkan akhlak yang baik terhadap pelanggannya.

2.5    Implementasi Manusia dalam konsep Potensi menurut Paradigma Islami
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada manusia, yaitu; (1) menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas atau unas; (2) menggunakan kata basyar; dan (3) menggunakan kata bani adam, dzurriyyat adam.Uraian ini mengarahkan pandangan secara khusus pada kata al-basyar dan kata al-insan.Kata al-basyar diambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu yang baik dan indah.Sedangkan kata al-insan diambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak.Kata al-insan, digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga(Nanang Gojali, 2013).
Hal yang banyak dibicarakan Al-Qur'an tentang manusia adalah sifat-sifat dan potensinya.
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'alayang artiya:
"Dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan kami angkut mereka didarat dan dilaut dan kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna"
                                                      (Al-Qur'an Surah Al-Israa 17:70)
Potensi adalah kemampuan dasar manusia yang telah diberikan oleh Allah SWT.sejak dalam kandungan ibunya sampai pada saat tertentu (akhir hayatnya) yang masih terpendam di dalam dirinya menunggu untuk diwujudkan menjadi sesuatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia di dunia ini dan di akhirat nanti(Wiyono, 2004).
Dalam loyalitas pelanggan potensi memiliki arti penting, yaitu potensi manusia untuk meraih dari sekian banyak manusia untuk menjadi para pelanggan yang tetap untuk perusahaannya.Dengan adanya potensi yang dimiliki perusahaan maka perusahaan telah memiliki asset untuk kebutuhan hidup perusahannya.
  
KESIMPULAN
Dalam dunia modern seperti sekarang ini khususnya dalam system perekonomian banyak cara dalam berbisnis. Termasuk hingga saat ini banyak perusahaan yang saling merebut pelanggan dari perusahaan lain. Tetapi ada cara yang diperbolehkan dan ada juga cara yang dilarang dalam islam.
Dari rumusan masalah yang telah ada sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan tersebut. Pertama, paradigma ilmu dalam pandangan islam yang menjadi konsep loyalitas pelanggan adalah bahwa banyak pertanyaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat tentang pengambilalihan pelanggan dari suatu bisnis orang lain. Merebut pelanggan dengan cara menjelek-jelekkan bisnis orang lain dalam islam sangat tidak dianjurkan, sebab islam mencintai kedamaian dan tidak ada unsur kebohongan didalamnya. Namun merebut pelanggan orang lain dengan cara memberikan yang terbaik kepada pelanggan tersebut adalah boleh karena pelangganlah yang menentukan dan tidak ada yang dapat melarangnya.
Kedua, konsep loyalitas pelanggan menurut paradigma ilmu yaitu bahwa konsep yang ada yaitu menggunakan persaingan secara sehat tanpa unsur manipulasi. Jika persaingan secara sehat telah dilakukan maka tidak akan terdapat kecurangan-kecurangan dalam berbisnis.
Pandangan islam dalam paradigma ilmu yang menjadi pengembangan konsep loyalitas pelanggan yaitu:Paradigma Tauhid, Paradigma Ilmu, Paradigma Ibadah, Paradigma Akhlak, Paradigma Manusia. Konsep loyalitas pelanggan menurut paradigmaislam yaitu: Keyakinan sebagai implementasi Tauhid, Aturan sebagai implementasi Ibadah, Kepribadian sebagai implementasi Akhlak, Pengetahuan sebagai implementasi Ilmu, Potensi sebagai implementasi Manusia. 


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah Aly. (n.d.). Studi Islam 1. Surakarta: Lembaga pengembangan ilmu dasar Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Amsal Bakhtiar. (2010). Filsafat Ilmu (1 ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bukhari Umar. (2010). Ilmu pengetahuan Islam (1 ed.). Jakarta: Amzah.
Deden Makbuloh. (2010). Pendidikan Agama Islam, arah baru pengembangan ilmu dan kepribadian di perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ishaq Abdulhad. (1994). Dasar-dasar agama Islam, buku teks pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi umum. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Ishaq Abdulhaq. (2002). Buku teks pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi umum. Jakarta: Direktorat perguruan tinggi agama Islam direktorat jenderal kelembagaan agama Islam.
Muchtar, Heri Jauhari. (2005). Fiqih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad Hanafi. (2003). Pengantar teologi Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Nanang Gojali. (2013). Tafsir Hadis tentang Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Robins Steven, J. T. (2008). Prilaku organisasi. Jakarta: Salemba empat.
soekidjo, n. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Asri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad. (2006). Ringkasan keyakinan Islam, Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pustaka La Raiba Bima Amanta (eLBA).
Walbrigde, J. (2011). God and logic in Islam: The capital of reason. Cambridge: Cambridge University press.
Wiyono, S. (2004). Manajemen potensi diri. Jakarta: Grasindo.
Yatimin Abdullah. (2006). Studi Islam kontemporer. Jakarta: Amzah.
Yatimin Abdullah. (2007). Studi Akhlak dalam Prespektif Islam (1 ed.). Jakarta: AMZAH.
Zainuddin Ali. (2011). Pendidikan agama Islam (1 ed.). Jakarta: Bumi Aksara.



Comments