Yuni Sahara
Mahasiswa Program Studi Bisnis dan Manajemen Syariah
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
1.
Paradigma Islam
sebagai dasar pengembangan konsep Loyalitas Pelanggan dalam pandangan Islam.
Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana pentingnya paradigma islam
untuk pengembangan ilmu. Adapun dalam penelitian ini beberapa paradigm tersebut
antara lain tauhid, ibadah, akhlak, ilmu dan manusia.
1.1
Pentingnya
paradigma Islam dalam pengembangan ilmu.
Dalam hubungannya dengan konsep dan perkembangan ilmu, yang dapat
disimpulkan dari Al-Qur'an ada 3 hal pokok, yaitu: (1) tujuan ilmu; (2) cara
mengembangkan ilmu; dan (3) pembuktian ilmu.
konsep dan perkembangan ilmu menurut Al-Qur'an mengandung tiga
tujuan utama, yaitu:Pertama, agar manusia mempercayai dan meyakini kebenaran
islam yang meliputi keimanan kepada: (a) Tuhan dengan segala sifat-sifatNya;
(b) wahyu dan segala kaitanya dengan kitab-kitab suci, malaikat dan para nabi;
dan (c) hari kemudian bersama dengan balasan dan ganjaran Tuhan.Kedua, agar
manusia memiliki budi pekerti (akhlak karimah, yang bertujuan mewujudkan
keserasian hidup bermasyarakat, dalam bentuk gotong royong, memelihara amanat,
kebenaran, kasih saying, tanggung jawab dan lain-lain.Ketiga, agar manusia
menaati hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya, sesamanya,
alam sekitarnya dan dengan Tuhannya(Nanang Gojali, 2013) .
Pentingnya paradigma Islam dalam pengembangan ilmu yaitu, untuk
mempermudah klasifikasinya tentang ilmu pengetahuan kedalam kategori ilmu Fardu
'Ain (khusus) dan ilmu Fardu Kifayah (umum), dengan demikian keduanya dapat
saling melengkapi.Islam mengajak kaum muslimin untuk mencari, mendapatkan dan
mengkaji ilmu dan kearifan serta menempatkan orang-orang yang memiliki
pengetahuan tinggi pada derajat yang tinggi.Islam menempatkan ilmu pada posisi
yang sangat penting. Sehingga mencari ilmu itu hukumnya wajib (Muchtar,
Heri Jauhari, 2005)
Dalam pengembangan ilmu dalam islam dibutuhkan dasar dari sumber-sumber
pengembangan ilmu yaitu Al-Qur'an dan Hadist yang seluruh kandungan dalam
keduanya adalah ilmiah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan apapun yang dikembangkan umat manusia telah ada
dalam kedua sumber Islam tersebut.Oleh karena itu, keduanya dapat dijadikan
sumber rujukan langsung dalam upaya pengembangan jenis ilmu apapun didunia ini.Artinya
ilmu apapun sudah ada dalam Al-Qur'an maupun Hadist (Walbrigde,
2011).
Para pakar keislaman berpendapat
bahwa ilmu menurut Al-Qur'an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna
bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau
metafisika. Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filsuf
muslim atau nonmuslim pada masa-masa silam, atau klasifikasi yang belakangan
ini dikenal, seperti ilmu-ilmu social, pemikir islam abad ke-20, khususnya
setelah seminar pendidikan isam di Mekkah pada tahun 1977, mengklasifikasi ilmu
menjadi dua kategori yaitu;Pertama, ilmu abadi (perennial knowledge) yang
berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Qur'an dan Hadis serta segala sesuatu
yang dapat diambil dari keduanya.Kedua, ilmu yang dicari (acquired knowledge)
termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif
dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antarbudaya selama tidak
bertentangan dengan syariat sebagai sumber nilai (Nanang
Gojali, 2013).
Metode pengembangan ilmu dalam Islam yaitu bukan hanya diajarkan
dan dimanfaatkan untuk kehidupan pribadi dan keluarganya, melainkan harus
diajarkan dan dimanfaatkan untuk kebenaran sehingga manusia tidak tersesat
dalam kehidupannya (Zainuddin
Ali, 2011).
Abu Darda radiyallahu 'anhu berkata "engkau tidak akan menjadi
seorang alim hingga engkau menjadi orang yang belajar, dan engkau tidak
dianggap alim tentang suatu ilmu, sampai engkau mengamalkannya".
Dari hadis tentang pendidikan diatas,
diperoleh informasi bahwa pendidikan dalam islam mengandung tiga tujuan pokok,
yaitu; (a) kebahagiaan hidup dunia dan kahirat (b) beribadah kepada Allah (c)
pengembangan potensi
Ilmu merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan. Sebab dengan ilmulah manusia dapat bertahan hidup dan
mengetahui segala cara untuk memenuhi kehidupan hidupnya.
1.2
Paradigma Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi
kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububuiyah, uluhiyah dan
asma' wa sifat. Tauhid sendiri berasal dari bahasa arab
"wahhada-yuwahhidu-tauhiidan", artinya mengesakan atau menunggalkan
dari sekian banyak yang ada (Muhammad Hanafi, 2003) .
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artinya:
Dan Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(Al-Qur'an Surah Al-Baqarah 2:163)
Karena makna tauhid sendiri bukan sekedar mengesakan Allah, bukan
sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah,
bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan) Allah, dan wahdaniyah (keesaann) Allah, bukan pula sekedar
mengenal Asma' dan sifat Allah.
1.3
Paradigma Ilmu
Ilmu yaitu Pengetahuan yang sudah diklarifikasi, diorganisasi,
disistematisasi dan interpretasi menghasilkan kebenaran objektif, sudah diuji
kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.Pengetahuan dapat diperoleh
manusia melalui wahyu yang diyakini bersifat absulut (mutlak benar) dan
pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal yang bersifat relative mungkin
benar dan mungkin salah. Pada dasarnya ilmu dalam ajaran islam mempunyai klasifikasi
dan karakteristik yang bersifat ilahiyah. Oleh karena itu, ilmu dalam islam
tidak dapat dipisahkan dengan iman. Dengan demikian manusia berusaha untuk
mempunyai ilmu untuk membina iman yang dapat membahagiakan hidupnya didunia dan
diakhirat (Zainuddin Ali, 2011) .
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'alayang artiya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
(Al-Qur'an Surah Al Mujaadilah 58:11)
Sebagaimana yang dikatakan oleh 'Ali bin Abi Thalib radiyallahu
'anhu "ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu yang akan menjagamu
sedangkan harta kamulah yang akan menjaganya. Ilmu itu adalah hakim sedangkan
harta adalah yang dihakimi.Telah mati para pemilik harta dan tersisalah para
pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi mereka
tetap ada pada hati-hati manusia".
Dengan demikian ilmu dalam kehidupan manusia sangatlah penting,
karna dengan ilmulah manusia dapat meneruskan kehidupannya. Dengan ilmu
tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka dalam kebaikan,
sehingga mereka menjadi panutan yang akan dicontoh oleh manusia lainnya.
1.4
Paradigma Ibadah
Ibadah merupakan Peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
langsung dengan Allah.Dalam hal umum ibadah mencakup semua prilaku dalam semua
aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah yang dilakukan dengan ikhlas
untuk mendapatkan ridho Allah, ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud
dengan tugas hidup manusia.Dalam hal yang lebih khusus ibadah mencakup prilaku
manusia yang dilakukan manusia atas perintah Allah dan dicontohkan oleh
Rasulullah seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Bahkan akan dapat
menghindari dari perbuatan jahat dan munkar baik terhadap diri sendiri,
masyarakat maupun lingkungannya (Ishaq Abdulhad, 1994) .
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup didunia ini
kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan Allah untuk
beribadah.
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'alayang artinya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku".
(Al-Qur'an Surah Adz Dzaariyaat 51:56)
Maksud ibadah dalam islam bukanlah tujuan akhir, melainkan tujuan
antara untuk sampai pada tujuan akhir yaitu menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Allah. Dengan kata lain, ibadah kepada Allah merupakan program
pembinaan keimanan dan ketakwaan. Ada beberapa fungsi ibadah yaitu:Pertama,
sebagai seorang yang mengaku sebagai hamba sudah sepatutnya menaati semua
perintah Dzat yang telah menciptakan dirinya. Meskipun ibadah itu berat,
seorang hamba akan berusaha melaksanakannya. Yang jelas tidak satupun perintah
yang diluar kemampuan hambaNya.Kedua, ibadah berfungsi untuk membuktikan
kesadaran bahwa seorang hamba diciptakan, diberi rezeki, diberi umur panjang
dalam keadaan sehat wal'afiat.Semua itu pemberian dari Allah.Ketiga, seorang
hamba berbakti kepada Allah pada dasarnya karena ia menyayangi dirinya sendiri
sebab beribadah atau berbakti kepa Allah akan kembali kepada dirinya sendiri.
Ibadah bukan untuk Allah sebab Allah tidak membutuhkan ibadah hambaNya.Bagi
Allah seorang hamba mau beribadah atau tidak, tidak menjadi masalah.Ada atau
tidak ada seorang yang beribadah kepada Allah, tidak aka nada pengaruhnya bagi
kekuasaan dan keagungan Allah.Keempat, dengan beribadah seorang hamba merasa
lebih dekat dengan Allah sebab orang yang merasa dirinya diciptakan dan diurus
oleh Allah, pasti akan merasa lebih dekat dengan Allah.Kelima, ibadah kepada
Allah merupakan satu-satunya cara untuk menggapai tujuan hidup ingin selamat
didunia ataupun diakhirat (Nanang
Gojali, 2013).
Pada hakikatnya memang ibadah ditujukan kepada Allah namun
sebenarnya maslahatnya itu untuk manusia karena Allah Maha Kaya dan tidak butuh
apa-apa dari manusia.Setiap ibadah dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah dan
Rasulullah.Dengan demikian, ibadah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas
meliputi semua aspek kehidupan manusia mulai kehidupan pribadi, keluarga,
berekonomi, bersosial budaya, berpolitik dan lain sebagainya. Artinya, bahwa
dalam islam tidak satupun perbuatan manusia yang diluar bingkai ibadah, mulai bisikan
hati, sampai perilaku perbuatan. Semuanya bisa bernilai ibadah disisi Allah,
sekalipun hanya tersenyum ketika berpapasan dengan orang lain.
1.5
Paradigma Akhlak
Komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang tata
prilaku/sopan santun. Akhlak dapat juga disebut sebagai aspek ajaran islam yang
mengatur prilaku manusia. Akhlak melihat perbuatan manusia dari segi
nilai/etika yaitu prilaku yang baik dan yang buruk. Akhlak merupakan bagian
yang sangat penting dalam ajaran islam karena prilaku manusia merupakan obyek
utama ajaran islam. Akhlak merupakan system etika islam. Sebagai system, akhlak
memiliki spectrum yang luas mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan
makhluk lainnya serta terhadap Tuhannya (Ishaq Abdulhaq, 2002) .
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh".
(Al-Qur'an Surah Al A'raaf 7:199)
Dengan demikian, baiknya akhlak seorang manusia akan menjadikannya
pada akhlak yang baik begitu juga sebaliknya buruknya akhak seorang manusia
akan menjatuhkannya pada akhlak yang buruk yang membawa kesesatan.
1.6
Paradigma Manusia
Makhluk Allah yang paling sempurna dan ciptaan terbaik yang
dilengkapi dengan akal pikiran (Bukhari Umar, 2010) .Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah
yang sempurna diserahi amanah dari Allah menyandang tugas sebagai khalifah
dibumi.Diantara makhluk ciptaan Allah manusialah makhluk tertinggi, manusialah
yang ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah/penguasa dipermukaan bumi.Manusia
sebagai khalifah dibumi berhak mengelola lingkungan hidup yang dapat memberi
manfaat baginya (Zainuddin
Ali, 2011) .
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
(Al-Qur'an Surah Al-Baqarah 2:30)
Manusia hidup sebagai makhluk social tidak bisa bebas dan harus
bertanggung jawab.Allah menciptakan manusia mempunyai tujuan, yaitu sebagai
khalifah di muka bumi ini.Jin dan manusia harus beribadah kepada
Allah.Pertanggung jawaban manusia tertuju kepada segala perbuatan, tindakan,
sikap hidup sebagai pribadi atau masyarakat.Manusia memiliki tanggungjawab
terhadap Allah dan sesama manusia yang meliputi semua aspek
kehidupan.Tanggungjawab adalah mempertahankan keadilan, keamanan dan kemakmuran
(Yatimin Abdullah, 2007) .
Untuk itu manusia diperintahkan mengagungkan dan menyucikan Allah.
Disisi lain manusia dikatakan sebagai makhluk social yang artinya manusia tidak dapat hidup dan
berkembang dengan baik tanpa bantuan orang lain (Yatimin
Abdullah, 2006).
2.
Konsep
Loyalitas Pelanggan Menurut Paradigma Islam
2.1
Implementasi
Tauhid dalam Konsep KeyakinanMenurut Paradigma Islam
Keyakinan yang kokoh terhadap wujud (keberadaan) Allah, bahwa Allah
mempunyai sifat-sifat Sempurna dan Agung dan hanya Allah adalah yang berhak
untuk disembah.Hati meyakini hal itu dengan keyakinan yang pengaruhnya terlihat
dalam tingkah laku sesorang, berupa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya (Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Asri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Al-Hamad, 2006) .
Tauhid adalah landasan utama untuk mengakui dan meyakini keesaan Allah,
dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala
kemusryikan.Bertauhid kepada Allah artinya hanya mengakui hukum Allah yang
memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah yang mengikat manusia
secara mutlak.Tauhid merupakan landasan utama dan pertama dalam keyakinan Islam
dan implementasi ajaran-ajarannya. Tauhid mempunyai kedudukan dan fungsi
sentral dalam kehidupan muslim. Bagi seorang muslim tauhid menjadi dasar dalam
aqidah, syariat dan akhlak (Abdullah Aly, 2011) .
Sebagaimana firman Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Katakanlah, " Dialah Allah, Yang Maha Esa".
(Al-Qur'an Surah Al Ikhlas 112:1)
Namun dalam loyalitas pelanggan keyakinan memiliki arti yang
berbeda yaitu suatu keyakinan terhadap pemberi suatu produk atau perusahan
untuk diberikan benar-benar diterima kembali dimasa yang akandatang sehingga
pelanggan tersebut benar-benar yakin bahwa apa yang telah dipilihnya adalah
benar-benar yang terbaik sehingga terciptalah loyaitas pelanggan yang tinggi. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan keyakinan dalam loyalitas pelanggan adalah
bagaimana para pebisnis mampu meyakinkan para pelanggannya agar tetap menjadi
pelanggan yang loyal terhadap usahanya tersebut.
2.2
Implementasi
Ilmu dalam konsep Pengetahuan Menurut Paradigma Islam
Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif, yang
bertujuan untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia.Pengetahuan yang
diperoleh dengan ilmu dapat diperoleh melalui observasi, klasifikasi dan
eksperimen.Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan ciri khas
manusia, Karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidupnya (Amsal Bakhtiar, 2010) .
Firman
Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
(1)Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan,,
(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmu
Yang Maha Mulia,,(4) Yang mengajar manusia dengan perantara pena, (5) Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Al-Qur'an
Surah Al-Alaq 96:1-5)
Pengetahuan ialah merupakan hasil
"tahu" dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (soekidjo, 2002)
Namun dalam loyalitas pelanggan yang
dimaksud dengan pengetahuan yaitu segala sesuatu yang diketahui oleh perusahaan
mengenai apa yang disukai dan diharapkan oleh konsumen dari perusahaan tersebut
melalui pengalaman, pengamatan atau akal pikiran pemilik perusahaan itu
sendiri. Sehingga perusahaan mampu melakukan sesuatu yang diharapkan oleh
konsumen demi keberlangsungan perusahaannya tersebut.
2.3
Implementasi
Ibadah dalam konsep Aturan menurut Paradigma Islam
Ibadah, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
penghambaan atau pengabdian diri kepada Tuhan, adalah salah satu unsur penting
dalam setiap agama, termasuk islam. Hakikat ibadah adalah bentuk ekspresi
keimanan seorang hamba kepada Tuhan sebagai unsur terpenting dalam setiap agama(Nanang Gojali, 2013) .
Firman
Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah
kepada Rasulullah (Muhammad) agar kamu diberi rahmat".
(Al-Qur'an Surah An-Nur 24:58)
Menurut Lidya Harlina Martono Aturan adalah pedoman agar manusia
hidup tertib dan teratur.Jika tidak terdapat peraturan maka manusia bisa
bertindak sewenang-wenang tanpa kendali dan sulit diatur.
Namun dalam konsep loyalitas pelanggan Aturan merupakan hubungan
manusia dengan manusia. Konsep aturan dalam loyalitas pelanggan merupakan suatu
tanggung jawab yang dapat dicapai apabila dapat memenuhi apa yang diharapkan
dan yang telah dijanjikan kepada para pelanggan.
Akhlak dapat dikatakan sebagai akhlak yang islami apabila akhlak
tersebut bersumber pada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akhlak dapat diartikan
suatu kepribadian setiap muslim. Akhlak islami merupakan amal perbuatan yang
sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indicator seseorang, apakah seseorang
memiliki kepribadian yang baik atau buruk.Rasulullah sebelum bertugas
menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna (Deden Makbuloh, 2010) .
Firman
Allah Shubhanahu wa Ta'ala yang artiya:
"Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya".
(Al-Qur'an Surah Al-Mu'minun 23:61)
Kepribadian adalah seluruh cara individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah
sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.Disamping itu
kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri
individu, seperti pada orang yang pemalu atau orang yang plin plan, pengecut (Robins Steven, 2008) .
Kepribadian memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
loyalitas pelanggan karena kepribadian merupakan cerminan akhlak yang
sebenarnya yang berpotensi.untuk dapat membentuk hal tersebut maka perusahaan
harus mampu menunjukkan akhlak yang baik terhadap pelanggannya.
2.5
Implementasi Manusia
dalam konsep Potensi menurut Paradigma Islami
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada
manusia, yaitu; (1) menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin
semacam insan, ins, nas atau unas; (2) menggunakan kata basyar; dan (3)
menggunakan kata bani adam, dzurriyyat adam.Uraian ini mengarahkan pandangan
secara khusus pada kata al-basyar dan kata al-insan.Kata al-basyar diambil dari
akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu yang baik dan
indah.Sedangkan kata al-insan diambil dari akar kata uns yang berarti jinak,
harmonis dan tampak.Kata al-insan, digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada
manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga(Nanang
Gojali, 2013).
Hal yang banyak dibicarakan
Al-Qur'an tentang manusia adalah sifat-sifat dan potensinya.
Sebagaimana
firman Allah Shubhanahu wa Ta'alayang artiya:
"Dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan kami
angkut mereka didarat dan dilaut dan kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna"
(Al-Qur'an
Surah Al-Israa 17:70)
Potensi adalah kemampuan dasar manusia yang telah diberikan oleh
Allah SWT.sejak dalam kandungan ibunya sampai pada saat tertentu (akhir
hayatnya) yang masih terpendam di dalam dirinya menunggu untuk diwujudkan
menjadi sesuatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia di dunia ini dan di
akhirat nanti(Wiyono, 2004) .
Dalam loyalitas pelanggan potensi memiliki arti penting, yaitu
potensi manusia untuk meraih dari sekian banyak manusia untuk menjadi para
pelanggan yang tetap untuk perusahaannya.Dengan adanya potensi yang dimiliki
perusahaan maka perusahaan telah memiliki asset untuk kebutuhan hidup
perusahannya.
KESIMPULAN
Dalam dunia modern seperti sekarang ini khususnya dalam system
perekonomian banyak cara dalam berbisnis. Termasuk hingga saat ini banyak
perusahaan yang saling merebut pelanggan dari perusahaan lain. Tetapi ada cara
yang diperbolehkan dan ada juga cara yang dilarang dalam islam.
Dari rumusan masalah yang telah ada sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan dari pernyataan tersebut. Pertama, paradigma ilmu dalam pandangan
islam yang menjadi konsep loyalitas pelanggan adalah bahwa banyak pertanyaan
ditengah-tengah kehidupan masyarakat tentang pengambilalihan pelanggan dari
suatu bisnis orang lain. Merebut pelanggan dengan cara menjelek-jelekkan bisnis
orang lain dalam islam sangat tidak dianjurkan, sebab islam mencintai kedamaian
dan tidak ada unsur kebohongan didalamnya. Namun merebut pelanggan orang lain
dengan cara memberikan yang terbaik kepada pelanggan tersebut adalah boleh
karena pelangganlah yang menentukan dan tidak ada yang dapat melarangnya.
Kedua, konsep loyalitas pelanggan menurut paradigma ilmu yaitu
bahwa konsep yang ada yaitu menggunakan persaingan secara sehat tanpa unsur
manipulasi. Jika persaingan secara sehat telah dilakukan maka tidak akan
terdapat kecurangan-kecurangan dalam berbisnis.
Pandangan islam dalam paradigma ilmu yang menjadi pengembangan
konsep loyalitas pelanggan yaitu:Paradigma Tauhid, Paradigma Ilmu, Paradigma
Ibadah, Paradigma Akhlak, Paradigma Manusia. Konsep loyalitas pelanggan menurut
paradigmaislam yaitu: Keyakinan sebagai implementasi Tauhid, Aturan sebagai
implementasi Ibadah, Kepribadian sebagai implementasi Akhlak, Pengetahuan
sebagai implementasi Ilmu, Potensi sebagai implementasi Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Aly. (n.d.). Studi Islam 1.
Surakarta: Lembaga pengembangan ilmu dasar Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Amsal Bakhtiar. (2010). Filsafat Ilmu (1 ed.). Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Bukhari Umar. (2010). Ilmu pengetahuan Islam (1 ed.). Jakarta:
Amzah.
Deden Makbuloh. (2010). Pendidikan Agama Islam, arah baru pengembangan
ilmu dan kepribadian di perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ishaq Abdulhad. (1994). Dasar-dasar agama Islam, buku teks pendidikan
agama Islam pada perguruan tinggi umum. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Ishaq Abdulhaq. (2002). Buku teks pendidikan agama Islam pada
perguruan tinggi umum. Jakarta: Direktorat perguruan tinggi agama Islam
direktorat jenderal kelembagaan agama Islam.
Muchtar, Heri Jauhari. (2005). Fiqih Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Muhammad Hanafi. (2003). Pengantar teologi Islam. Jakarta: PT.
Pustaka Al Husna Baru.
Nanang Gojali. (2013). Tafsir Hadis tentang Pendidikan. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Robins Steven, J. T. (2008). Prilaku organisasi. Jakarta: Salemba
empat.
soekidjo, n. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Asri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Al-Hamad. (2006). Ringkasan keyakinan Islam, Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Pustaka La Raiba Bima Amanta (eLBA).
Walbrigde, J. (2011). God and logic in Islam: The capital of reason.
Cambridge: Cambridge University press.
Wiyono, S. (2004). Manajemen potensi diri. Jakarta: Grasindo.
Yatimin Abdullah. (2006). Studi Islam kontemporer. Jakarta:
Amzah.
Yatimin Abdullah. (2007). Studi Akhlak dalam Prespektif Islam (1
ed.). Jakarta: AMZAH.
Zainuddin Ali. (2011). Pendidikan agama Islam (1 ed.). Jakarta:
Bumi Aksara.
Comments
Post a Comment