DISIPLIN INSANI MENURUT PANDANGAN ISLAM
Vanny
Hariani
Mahasiswa
Program Bisnis dan Manajemen Syariah
Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara
Email:
vanny.hariani8@gmail.com
BAB IV
ANALISIS
DATA
1. PARADIGMA ISLAM DALAM
PENGEMBANGAN ILMU
1.1 Peran Penting Paradigma
Islam Dalam Pengembangan Ilmu.
Paradigma Oleh karena itu, perlu
disinggung pula masalah peneltian dalam pengembangan penelitian syariah di
perguruan tinggi. Dalam penelitian yang dikembangkan dapat berupa beberapa hal
yang terkait, yakni pertama, memahami dan mengkaji kitab-kitab yang merupakan
sumber baku dari suatu agama, dan merupakan sumber statikanya. Keduailmu dalam
padangan Islam yang menjadi dasar pengembangan konsep tasawuf dalam penelitian
dan pengkajian dalam bidang ilmu tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari penelitian dan pengembangan dalam ilmu pengetahuan., mengkaji hasil-hasil
ijtihad para ulama yang merupakan sumber dinamika dalam pengembangan
ajaran suatu agama, Medan kedua ini melahirkan ilmu-ilmu agam (dalam
kitab-kitab kuning) yang bersifat normatif dan dedukatif.
Dalam tujuan penelitian
ini adalah untuk mengembangkan pemahaman dan membudayakan pengalaman agama
sesuai dengan tingkat perkembangan peradaban umat manusia. Dengan demikia,
penelitian ini tidak sama dengan penelitian ilmiah dalam bidang sosial ataupun
Islamologi. Penelitian atau studi tasawuf dalam bidang ilmu tasawuf obyeknya
bisa berwujud ajaran-ajaran ulama sufi masa lampau yang telah terbukukan dalam
kitab-kitab kuning ataupun yang masih dalam bentuk tulisan tangan (Simuh,
1996).
1.2 Paradigma Tauhid
Tauhid
berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan yang arti harfihnya menyatukan,
mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu. Yang dimaksud dengan makna
harfiyah diatas adalah mengesahkan atau mengakui dan meyakini akan keesaan
Allah SWT. Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam.
Tauhid merupadakan landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi
ajaran-ajaranya. Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada
Islam dalam arti yang sebenarnya.
Makna
tauhid yang paling tegas ditunjukkan oleh kalimat tawhid la ilaha illa Allah,
yang arti harfiyahnya adalah tidak ada sesembahan )ilah) selain Allah, tetapi makna yang tegas
dan tepat adalah tiada sesembahan yang haq melainkan Allah.
Tauhid mempunyai kedudukan dan fungsi sentral
dalam kehidupan muslim. Bagi seseorang tauhid menjadi dasar dalam aqidah,
syariat dan akhlak. Sebagai dasar aqidah maksudnya seseorang muslim harus
percaya Allah Yang Maha Esa telah menciptakan dan menghendaki semua yang
terjadi di alamini. Allahlah yang menciptakan para Malaikat, Kitab-kitab para
Rasul, Hari Qiyamat, Qadla dan Qadar dan semua yang ada semua yang ada didalam
ini. Sebagaimana disebut-kan di dalam al Quran:
”Allah tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus
(makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada
dilangit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan meraka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Alla melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
(Quran Surah al-Baqarah/2:225).
Dari
kalimat tauhid ada dua prinsip yang harus dipegang oleh seorang mukmin atau muwahhid, sebagai rukun kalimat tawhid, yakni
adanya prinsip al-nafyu dan prinsip al-itsbat.
-
Prinsip Al-Nafyu dan Al-Itsbat
Al-Nafyu artinya
peniadaan, yakni penegasan tentang tidak adanya sesembahan yang haq selain
Allah.
-
Al-Itsbat artinya penetapan, yakni menegaskan bahwa hanya Allah
lah satu-satunya sesembahan yang baik.
Menyatakan
tauhid atau mengucapkan kalimat tauhid la
ilaha illa Allah harus dengan
syarat-syarat. Tanpa syarat-syarat tersebut maka kalimat tauhid yang diucapkan
tidak akan berarti (Imron,
2009) .
1.3 Paradigma Ilmu
Ilmu
dalam pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses pendidikan
yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam berdasarkan al-Quran
dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Dengan redaksi yang agak singkat, Ilmu pendidikan
Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Ada
dua definisi dalam Ilmu pendidikan Islam yang harus diketahui, selain
menjelaskan karakteristiknya, yakni ajaran Islam yang nanti akan dijelaskan,
secara implisit menunjukkan adanya dua konsep yang melandasi rancang bangun
Ilmu pendidikan Islam, yakni konsep education
academic, dan konsep paedagogie. Dalam pengembangan konsep Ilmu
Pendidikan Islam akan menuju kepada ilmu yang bersifat terbuka, luwes dan
menuntut redefinisi secara terus-menerus.
Sebagai
sebuah disiplin dalam ilmu, ilmu dalam Islam sungguh pun bersifat ilmiah
akademik, namun tidak sepenuhnya tunduk kepada budaya ilmu mpdren yang cendrung
anti agama, atau menjauhkan ilmu pengetahuan dari campur tangan agama. Dalam
Islam agama menetapkan tujuan yang harus dicapai manusia, sedangkan ilmu
membantu mempercepat sampainya pada tujuan tersebut.
Sejalan dengan
pengertian dan karakter Ilmu Islam, maka Ilmu pendidikan Islam, baik secara
teori maupun praktik, berusaha merealisasikan misi ajaran Islam, yaitu
menyebarkan dan menanamkan ajaran Islam ke dalam jiwa umat manusia, mendorong
penganutnya untuk mewujudkan nilai-nilai ajaran al-Quran dan al-Sunnah
sebagaimana tersebut diatas, mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola
kemajuan hidup yang dapat menyejahterakan pribadi dan masyarakat, meningkatkan
derajat dan martabat manusia, dan seterusnya (Nata,
2009)
1.4 Paradigma Akhlak
Akhlak adalah kata tanpa
makna, perbuatan akhlaki muncul dari kepolosan manusia, yang berakal tidak akan
melakukan perbuatan. Melainkan hanya berbuat demi kesenangan dan memuaskan
nafsu syahwatirnya. Adapun perbutan akhlaki mempunyai nilai yang lebih tinggai
dan manfaat yang lebih mulia. Nilai yang tidak bisa dicerap oleh akan manusia,
karena jenis-jenis nilainya bertingkat (Muthahari,
2008) .
Akhlak
merupakan tata aturan yang mengatur tata pergaulan hidup manusia, tidak hanya
yang berkaitan dengan Allah SWT. Sesama manusia, dan alam serta lingkungan,
tetapi juga akhlak manusia terhadap dirinya sendiri. Akhlak merupakan aspek
Islam yang mengatur tata krama, sopan santun, dan perilaku manusia. Akhlak juga
mengatur bagaimana manusia berakhlak dengan Allah SWT.
Akhlak mengatur seorang
Muslim, bagaimana seharusnya ia berakhlak kepada kedua orang-tua, guru, lebih
tua, dan yang sebaya dengannya. Akhlak juga mengatur bagaimana cara berakhlak
dengan tamu, tetangga serta kawan-kawan sekitarnya. Selain itu, akhlak juga
terdapat untuk mengatur bagaimana seharusnya manusia memanfaatkan alam ini
dengan berbagai potensi, harta, dan kekayaan yang terkandung didalamnya dengan
sebaik-baiknya dengan cara yang sudah di tetapkan dalam syariat Islam. Tidak
selalu menyia-nyia kan manfaat yang ada. Dalam akhlak juga telah melarang
manusia untuk melakukan perbuatan yang bertindak mubazir, boros dan
berlebih-lebihan. Karena dalam melakukan perbuatan tercelah tersebut Allah
tidak akan menyukai sifat-sifat seperti itu. Maka hindari lah sifat-sifat
tersebut, agar akhlak yang telah dimilki akan menjadi sempurna (Mulia,
2003)
1.5 Paradigma Ibadah
Dalam
ilmu tauhid bahwa ibadah adalah meng-Esakan Allah SWT. Dengan sungguh-sungguh
dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya.
Sedangkan menurut ulama fiqih, bahwa ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang
bertujuan memperoleh keridlaan Allah SWT. Dan mendambakan pahala dari-Nya
diakhirat. Dan secara bahasa ibadah beraarti taat, tunduk, menurut mengikuti
dan doa.
Ibadah
dari segi pelaksanaannya dapat dibagi dalam tiga bentuk. Pertama, ibadah jasmaniah-ruhiah
(ruhaniah), yaitu perpaduan ibadah jasmani dan ryhani, seperti shalat dan
puasa. Kedua,
ibadah ruhiah dan maliah, yaitu perpaduan antara ibadah ruhani dan harta,
seperti zakat. Ketiga, ibadah jasmaniah, ruhiah, dan maliah
sekaligus, seperti melaksanakan haji.
Pada
prinsispnya ibadah merupakan sari ajaran Islam yang berarti penyerahan diri
secara sempurna pada kehendak Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan
mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam bentuk ibadah. Apabila hal dapat
dicapai sebagai nilai dalam sikap dan perilaku manusia, maka akan lahir suatu
keyakinan untuk tetap mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Tujuan ibadah dalam
Islam bukan sejenis perbuatan magis, yang bermaksud mengundang campur tangan
adikodrat didunia yang terkait dengan hukum kausalitas (sebab akibat). Ibadah
juga bukan pemujaan yang mengandung pertolongan dari Yang Maha Kuasa, tetapi
ibadah merupakan pengabdian dan dedikasi terhadap semangat hidup yang bertujuan
untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt. Karena Allah Swt-lah yang telah
menciptakan dan memberi kehidupan kepada manusia dan makhluk lainnya (Ahmad
Thib Raya, 2003) .
1.6 Paradigma Waktu
Salah
satu keprihatinan utama dan terus-menerus bagi semua orang dewasa ini adalah
bagimana kita dapat menggunakan atau mengisi waktu, yaitu bagaimana kita dapat
mengatasi keperluan yang muncul selama satu kehidupan yang terbatas tepat pada
waktunya. Keperluan tersebut datang dari teman-teman, pekerjaan dan hidup
rohano kita. Pada saat kita berjuang untuk mencapai secara baik, bekerja secara
kreatif, dan masih memperhatikan diri sendiri, kita tidak dapat menghindarkan
diri dari unsur ini atau merasa bahwa waktu adalah sesuatu yang diberikan
diluar kontrol kita.
Suatu pertapaan atau
tapabrata (asceticism) terhadap waktu merupakan
pertanggungjawaban atas keputusan yang membentuk waktu dari hidup kita,
khususnya kegiatan mencintai, bekerja, dan berefleksi. Dalam dunia
pekerjaan, waktu yang disiplin sangat dianjurkan kepada setiap karyawan.
Seperti tingkat kehadiran setiap pemimpin dan karyawan. Setiap pekerjaan yang
ada harus dengan tepat waktu diserahkan, karena setiap pekerjaan dalam
memanfaatkan setiap waktunya dapat mempengaruhi perusahaan. Dalam Islam waktu
sudah sangat dianjurkan sejak zaman Rasulullah, waktu yang paling penting
adalah mengutamakan shalat. Ketika adzan berkumandang, maka bersegerah lah para
pengikut Rasulullah beranjak ke Masjid (Spillane,
2003) .
1.7 Paradigma Mardhatillah
Mardhatillah
adalah sebuah perahu bernama Islam. Berpegang teguh kepada agam yang diridai
Allah swt, agama yang lurus bagi orang-orang yang berserah diri. Dan Agama yang
ingin mencari keselamatan.
Dalam mardhatillah dapat
diartikan dengan jalan orang-orang yang “sedikit” dan istimewah dan jalan yang
mudah untuk mendapatkan keridha Allah swt. Setiap pekerjaan atau kegiatan
yang kita lakukan terutama ingin mendapatkan ridha “Mardhatillah” dari Allah swt, karena semata-mata
yang ada di dunia ini hanya-lah milik Allah swt, dan tidak ada yang tidak
mungkin jika Allah swt sudah bertindak dengan seingin-Nya (Kamarudin,
2015)
2
MODEL DISIPLIN INSANI
MENURUT PANDANGAN ISLAM
2.1 Impelementasi Tauhid
dalam Model Disiplin Insani Menurut Pandangan Islam.
Dalam
model disiplin insani menurut pandangan Islam. Tauhid sebagai
pendorong dan mengontrol
suatu kegiatan dalam suatu pekerjaan yang telah dijalankan. Dalam model budaya
organisasi menurut paradigma Islam, bahwa sangat berpengaruh dengan adanya pemimpin
dengan karyawan untuk menjalankan visi dan misi yang sama. Dan aturan-aturan dan norma yag dapat
diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan
situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
2.2 Impelementasi
Ilmu dalam Model Disiplin Insani Menurut Pandangan Islam.
Dalam
model disiplin insani menurut pandangan Islam. Ilmu sebagai komunikasi untuk
mendapatkan pengetahuan dalam berbagai bidang yang ditekuni. Ilmu juga bisa
didapat dengan cara teori maupun praktik, agar dapat mempermudahkan cara
pembelajaran.
2.3 Impelementasi Akhlak
dalam Model Disiplin Insani Menurut Pandangan
Islam.
Dalam
model disiplin insani menurut pandangan Islam. Akhlak sebagai kualitas dalam
kehidupan, dan sebagai nilai-nilai dalam kepribadian dalam diri sendiri. Dalam insani akhlak sebagai etika didalam ruang lingkup pekerjaan, bermasyarakat
maupun didalam rumah sendiri.
2.4 Impelementasi Ibadah
dalam Model Disiplin Insani Menurut Pandangan Islam.
Dalam model disiplin insani menurut
pandangan Islam. Ibadah sebagai sistem dan kepercayaan yang telah dianut dalam
Islam. Ibadah juga dapat diartikan sebagai suatu sumber untuk melengkapi suatu
kegiatan yang sedang dijalankan.
2.5 Impelementasi Waktu dalam Model Disiplin Insani Menurut Pandangan Islam.
Dalam model disiplin insani menurut
pandangan Islam. Waktu sebagai aturan dalam melakukan setiap aktivitas. Setiap
waktu yang telah kita tentukan harus dapat mempertanggungjawaban atas keputusan
yang membentuk waktu dari hidup kita sendiri.
2.6 Impelemntasi
Mardhatillah dalam Model Disiplin Insani Menurut Pandangan Islam.
Dalam model disiplin insani menurut
pandangan Islam. Mardhatillah sebagai cara untuk mencapai ridha Allah swt dalam
kehidupan, yang mendasari al-Quran sebagai pedoman dalam kehidupan. Dan tidak
ada sama sekalipun untuk meragukan segala hal yang ada.
KESIMPULAN
Pembahasan Islam untuk Disiplin merupakan akibat atau konsekuensi dari
suatu pendekatan yang melihat agama sebagai suatu Sistem Tata Nilai dan Norma. Sistem
tersebut membentuk budaya dan atau peradaban, sehingga membawa konsekuensi
pengertian ibadah dalam arti luas, sebagaimana tercakup dalam do’a “Inna
shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Rabbil’alamin”. Dalam hal ini
memandang hakekat manusia dalam relasi fungsional sebagai makhluk hamba Allah,
individu, dan manusia sosial yang mempunyai lingkungan hidup tetentu dalam alam
semesta. Agama Islam secara makro meliputi seluruh kehidupan. Secara makro,
khususnya dalam ID, agama ditegaskan wawasannya yang pasti yang dibutuhkan,
keterampilan kerjanya sesuai, dan fungsinya dalam ilmu tersebut, sehingga
manusia dapat menempatkan dan memanfaatkannya dalam konteks budaya atau beradaban
yang dini, hingga kini dan nanti.
Dalam konsep paradigma implementasi
disipilin insani adalah tauhid sebagai esensi aqidah
dan iman dalam Islam. Tauhid merupakan landasan utama dan pertama keyakinan
Islam dan implementasi ajaran-ajaranya, kedua Ilmu dalam pendidikan Islam dapat diartikan sebagai
studi tentang proses pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis
ajaran Islam berdasarkan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw, ketiga Akhlak
adalah kata tanpa makna, perbuatan akhlaki muncul dari kepolosan manusia, yang
berakal tidak akan melakukan perbuatan, keempat ibadah adalah semua bentuk
pekerjaan yang bertujuan memperoleh keridhaan Allah SWT. Dan mendambakan pahala
dari-Nya diakhirat. Dan secara bahasa ibadah beraarti taat, tunduk, menurut
mengikuti dan doa.
Disiplin insani merupakan sifat dan sikap terpuji yang menyertai kesabaran,
ketekunan dan lain-lain. Orang yang
tidak mempunyai sikap disiplin insani sangat sulit untuk mencapai tujuan, maka
setiap insani mempunyai kewajiban untuk membina melalui latihan. Dalam firman
Allah swt surah Hud ayat 112 telah ditegaskan “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar; sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya dia maha
melihat apa yang kamu kerjakan” (al-Quran surah Hud 112).
Disiplin insani dilakukan dengan dasar tauhid
dan akhlak yang kuat, waktu yang sudah ditetapkan. Maka dengan dasar-dasar
paradigma yang sudah ditetapkan akan mendapatkan keridhaan dari Allah swt. Dari
hal apapun itu jika Allah memberikan keridhaan maka disiplin insani akan
berjalan dengan lancar.
DAFTAR ISI
Ahmad Thib Raya, S. M.
(2003). Menyelami Seluk-Seluk Ibadah Dalam Islam (137-142 ed.). (M.
Alshodiq, Ed.) Jakarta Utara.
Imron, M. S. (2009). Studi Islam 1. Surakarta.
Kamarudin, M. R. (2015). Mengetuk Pintu Hati. Kuala
Lumpur.
Mulia, A. T. (2003). Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam
Islam. Jakarta Timur.
Muthahari, M. (2008). Quantum Akhlak. (M. A. Tawar,
Ed.) Yogyakarta.
Nata, H. A. (2009). Ilmu Pendidikan Islam Dengan
pendekatan Multidisipliner. Jakarta.
Simuh. (1996). Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam.
Jakarta Utara.
Spillane, J. J. (2003). Time Management pedoman praktis
pengelolaan waktu. Yogyakarta.
Comments
Post a Comment