Ummi Fadillah Hutabarat
Mahasiswa Program Studi Bisnis dan Manajemen Syariah
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Email: ummifadillah3@gmail.com
1. PARADIGMA ISLAM TENTANG PENGEMBANGAN ILMU
Bagian ini menjelaskan tentang bangaimana pentingnya paradigma islam
untuk pengembangan ilmu. Adapun dalam penelitian ini beberapa paradigma tersebut
antara lain tauhid, ilmu, akhlak, ibadah da mardhatillah.
1.1 Peran Penting paraigma Islam dalam Pengembangan Ilmu
1.1 Peran Penting paraigma Islam dalam Pengembangan Ilmu
Nurchalis Madjad menjelaskan hubungan antara ilmu dan iman dalam islam.
Menurutnya ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah tuhan untuk memperhatikan dan
memahami alam raya ciptaan_Nya. Argument ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rasyid
seorang filosofi muslim, antara iman dan ilmu tidak terpisahkan karena iman
tidak saja mendorong bahkan menghasilkan ilmu, tetapi juga membimbing ilmu
dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam pandangannya (Atang Abd Hakim; Jaih Mubarok,
2000).
Di Indonesia, banyak sekali sekolah-sekolah yang berlandaskan Islam,
tetapi tidak sedikit pula sekolah-sekolah yang tidak berlandaskan Islam.
Terdapat perbedaan antara sekolah islam ( Madrasah) dan sekolah Negri (
SMA,SMP). Dimana perbedaan tersebut terdapat di pelajaran agama. Di Madrasah
lebih memfokuskan pelajaran agama ( akhlak, ilmu, tauhid, ibadah ) sedangkan di
SMA, SMP Negri hanya mempelajrai islam sekilas saja tidak terlalu mendalam (
sekedar mengenal ). Sehingga dalam pengembangan ilmu juga sangat memerlukan
paradigma Islam.
Dikalangan umat Islam, paling kurang ada tiga sikap yang menjadi
latarbelakang ilmu pengetahuan, antara lain: pertama sikap yang di dasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan
yang berasal dari Barat sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler, kedua sikap yang di dasarkan pada asumsi
bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat bersifat netral, dan ketiga sikap yang di dasarkan pada
asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat sebagai ilmu yang bersifat
sekuler dan materialism (Abuddin
Natta, 2013).
Islam merupakan agama yang memberi perhatian penuh terhadap ilmu
pengetahuan. Gerakan islamisasi ilmu pengetahuan berangkat dari keprihatinan
terhadap pemikiran Islam yang ada dalam tubuh umat Islam. Islamisasi
pengetahuan ini merupakan kegiatan yang mengungkapkan, mengumpulkan,
menghubungkan dan memperluaskan menurut pandangan islam terhadap tauhid, ilmu,
akhlak, ibadah dan mardhatillah (Ismail Yusanto,
2002).
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memiliki al-Qur’an sebagai
pedoman hidup yang memberi jalan lurus, al-Qur’an adalah sumber ilmu
pengetahuan. Dalam realitas keilmuwan hidup terdapat tiga macam kebenaran yaitu
kebenaran itiqadi (imani), kebenaran
syari, dan kebenran waqi’i. Pertama kebanaran itiqadi merupakan
keyakina seorang muslim yang secara
pasti, bersifat mutlak dan bersumbu dari al-Qur’an, kedua kebenaran syar’I merupakan kebenaran yang ditetapkan
berdasarkan keputusan syariat, dan ketiga
kebenaran waqi’I muncul dari ketetapan memformulasikan atas fakta-fakta
yang ada. Kebenaran ini didapatkan dari
pengamatan yang memilki standar kebenaran dimata masyarakat (Ismail Yusanto, 2002).
Metode pengembangan ilmu dalam Islam terus menggali dan menambah ilmu
yang dimiliki, dan membangun konsep yang bias bermanfaat bagi orang lain. Ilmu
yang kita miliki tidak bisa di lepaskan dari sumber-sumber pengembangan ilmu
pengetahuan dan yang terpenting harus
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
1.2 Paradigma Tauhid
1.2 Paradigma Tauhid
Tauhid adalah mengakui dan meyakini ke-Esaan Allah dengan membersihkan
keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Tauhid mempunyai
kedudukan dan fungsi sentral dalam kehidupan manusia / muslim. Bagi seorang
muslim tauhid menjadi dasar aqidah, syariat dan akhlak. Pertama sebagai dasar aqidah maksudnya seorang muslim harus percaya
bahwa Allah Subhanallahu wata’ala yang maha Esa, sesuai dengan firman Allah
Subhanallahu wata’ala:
“ Allah, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang
di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya?
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
(
al-Qur’an surat
al-Baqarah, 2 : 255)
Kedua sebagai dasar syariat maksudnya setiap orang muslim dalam menjalankan syariat Allah Subhanallahu wata’ala (ibadah dan muamalah) harus dilakukan dengan niat yang ikhlas, tidak riya
“Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan agama?. Itulah orang
yang menghardik anak yatim,, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang
miskin.. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong
dengan) barang berguna.”
(al-Qur’an surat al-Ma’un, 107 : 1-7)
Ketiga sebagai dasar dalam akhlak, maksudnya setiap orang muslim dalam berakhlak hendaknya berdasarkan Allah semata (Sudarsono Shobron; Abdullah Aly;Abdullah Mahmud; Darojst Aryanto, 2005).
“dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”.
(al-Qur’an surat Luqman, 31 : 13-14)
1.3 Paradigma Ilmu
Ilmu menurut istilah ekuivalen dengan science, dalam bahasa Inggris dan
Prancis wissenchaft (Jerman), dan wetenschap (Belanda). Yang artinya “tahu”
dalam bahasa Arab ‘alima’ yang artnya “tahu”. Anshari (1985) mengemukakan
definisi ilmu dari para ahli seperti Karl Pearson menyatakan bahwa “ ilmu
pengetahuan ialah lukisan keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta
pengalaman dengan isltilah yang sederhana/sedikit mungkin. Menurut Baiquhi
Science adalah “general concensus dari masyarakat yang terdiri atas para
scientist” (Didiek Ahmad Supadie, 2012).
Karakteristik ajaran islam dalam bidang ilmu bersikap terbuka,
akomodatif, tetapi juga selektif. Dari satu segi Islam terbuka dan akomodatif
untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi kebersamaan dengan itu Islam
juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu, melainkan
ilmu yang sejalan dengan Islam (Abuddin
Natta, 2013).
Dengan ilmu seseorang dapat mengetahui mana yang benar dan salah, baik
dan buruk. Ilmu tidak hanya bersumber dari buku-buku pelajaran, tetapi juga
terdapat di Koran, majalah, media social, radio, tv dan terutama pada
al-Qur’an. Ilmu juga bias diambil dari
pengalaman, pengalaman merupakan ilmu yang sangat berharga, karena dengan
pengalaman seseorang dapat memperbaiki kesalahan yang lalu dan menciptakan hal
yang baru/lebih baik lagi. Semakin banyaknya ilmu yang dimiliki maka semakin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki seseorang. Adapun ilmu yang dicari tidak
hanya untuk duniawi saja tetapi juga untuk akhirat, agar keduanya seimbang maka
seseorang muslim harus sadar bahwa segala sesuati yang di lakukan selalu
diketahui oleh sang Pencipta.
Di zaman sekarang ini, telah mudah untuk mendapatkan ilmu akhirat,
seperti buku-buku islam, ceramah-ceramah Islam yang ada di TV ataupun Masjid,
artikel-artikel tentanga agama, terutama ilmu akhirat dapat di pelajari di
dalam al-Qur’an. Allah berfirman
“Sekiranya bukan karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka
berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan
melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun
kepadamu. dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu,
dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu.”
(al-Qur’an surat
an-Nisa’, 4 : 113)
1.4 Paradigma Akhlak
Menurut Imam al-Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulakn perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. Menurut Ibrahim Anis akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Sedang menurut Abdul Karim
Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatnya baik atau
buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya (Sudarsono Shobron; Abdullah
Aly; Abdullah Mahmud; Darojst Aryanto, 2005).
“Katakanlah: "Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(al-Qur’an
surat ai-Imran
, 3 :31)
“dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”
(al-Qur’an surat
Luqman , 31 : 18-19)
Dalam ayat tersebut jelas telah diterangkan oleh Allah Subhanllahu wata’ala bahwasannya jauhilah sifat sombong dan membanggakan diri sendiri. Tetapi Allah menganjurkan agar setiap manusia untuk memiliki sifat yang sederhana dalam bertindak dan sopan tidak menyombongkan diri atas harta yang dimilkinya.
1.4 Paradigma Ibadah
Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Subhanallahu
wata’ala, karena di dorong dan di bangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah terbagi
atas ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah umum ialah segala amalan yang di
izinkan Allah, dan ibadah khusus adalah apa yang telah di etatpkan Allah akan perinci-perincian_Nya,
tingkatt dan cara-caranya.
“dan hamba-hamba Tuhan
yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan”.
(al-Qur’an surat
al-Furqan, 25 : 63)
Kerendahan
jiwa, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal saleh dan keamanan sebagai pengamalan dari
ibadah (Abuddin Natta, 2013).
Ibadah tidak
hanya mengerjakan shalat, puasa, zakat, sedekah ataupun berinfak. Banyak hal
yang dapat dikatak ibadah misalnya menyejahterahkan orang lain/masyarakat,
membantu mereka dari kesusahan, tersenyum juga termasuk dalam ibadah dan
bekerja.
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri”
(al-Qur’an
surat an_nisa’,
4 : 36)
1.5 Paradigma Mardhatillah
Tujuan hidup seorang muslim adalah mencapai keridhaan Allah. Oleh
karena itu, seorang mukmin meyakini sepenuh hati bahwa al-Qur’an kalam ilahi,
dan tidak ada keragu-raguan didalamnya, sebab segala kandungannya hanya
berisikan kebenaran.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku”.
(al-Qur’an surat
al-Fajr , 89 : 27-30)
Terdapat lima aspek dalam tujuan hidup mardhatillah antara lain pertama mardhatillah secara individual, kedua madhatillah dalam keluarga, ketiga mardhatillah dalam bernegara, keempat mardhatillah dalam umat manusia, dan kelima mardhatillah dalam alam semesta (Nurdin Marjuni, 2009).
Pertama mardhatillah secara individual dapat dilihat
daro beberapa sisi, diantaranya: keyakinan (aqidah), amal shaleh, akhlak mulia,
ilmu yang mendalam dan luas dan kesehatan. Kedua
mardhatillah dalam keluarga yaitu terwujudnya iklim rumah tangga yang
bahagia atau harmonis yang dibangun atas kasih saying, sesuai dengan firman
Allah Subhanllahu wata’ala
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
(al-Qur’an surat
ar-Rumm, 30 : 21)
Ketiga mardhatillah dalam bernegara, Negara yang besar ditentuakn
oleh kuantitas dan kwalitasnya, dilengkapi lagi dengan hokum yang adil, dan
penduduknya berakhlak mulia dan berbudi luhur. Al-Qur’an telah memberikan
perumpamaan terhadap suatu negeri yang aman dan penuh dengan ketentraman, namun
rakyatnya tidak dapat mensyukuri kenikmatan yang diberikan Allah tidak
segan-segan memberikan ganjaran dan hukuman berupa kelaparan dan ketakutan,
“dan Allah telah
membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram,
rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan
kepada mereka pakaian[841] kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat”.
(al-Qur’an surat an-Nahl, 16 : 112)
Keempat mardahtillah
dalam umat manusia, yang dimaksud dengan disini adalah segenap komunitas masyarkat seperti suku, ras, kelomppok,
organisasi dan komunitas-komunitas lainnya. Kelima
mardhatillah dalam alam semesta untuk mencapai mardhatillah dalam alam
dunia ini, hendaknya para penghuninya beriman dan bertaqwa kepada Allah
Subhanllahu wata’ala, agar Allah memberikan keberkatan hidup di dalamnya sesuai
dengan yang dijanjikan.
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya”
(al-Qur’an surat al-A’raf, 7 : 96)
2.
KONSEP
PENETAPAN HARGA PRODUK MENURUT PANDANGAN ISLAM
2.1 Implemetasi Interaksi Social dalam Konsep
Tauhid Menurut Paradigma Islam
Yang dimaksud dengan interaksi
social adalah hubungan antaraindividu dengan individu, individu dengan kelompok
dan kelompok dengan kelompok, yang dimana dalam hubungan tersebut terdapat
saling mempengaruhi secara timbal balik. Pada umumnya orang memasuki kelompok
karena percaya bahwa dengan bersama-sama dengan orang lain kebutuhannya bias
terpenuhi di banding dengan diusahakannya sendiri. Interaksi social adalah
kunci dari semua kehidupan social karena tanpa interaksi social tidak mungkin
ada kehidupan bersama (Anorogo & Ninik, 1993).
Dalam konteks penetaapan harga
produk, interaksi soaial yang dimaksud adalah hubungan antara kelompok dengan
kelompok. Dimana perusahaan berinteraksi dengan masyrakat untuk mengetahui apa
permintaan/kebutuhan masyarakat, sehingga perusahaan mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat tersebut yang berorientasi pada tauhid.
Tauhid mempunyai kedudukan dan fungsi
sentral dalam kehidupan manusia / muslim. Bagi seorang muslim tauhid menjadi
dasar aqidah, syariat dan akhlak (Sudarsono Shobrun; Abdullah Aly; Abdullah Mahmud; Darojst Aryanto, 2005). Dalam konsep
tauhid, mengimplementasikan interaksi social, dimana hubungannya adalah dengan
memahami arti tauhid yaitu mengakui dan meyakini atas ke-Esaan Allah, maka
produsen tidak semenah-menah melakukan penetapan harga dengan cara
produsen/pimpinan/karyawan mampu berinteraksi dan mampu membaca lingkungan
sekitarnya. Apa dan bagaimana tingkat kebutuhan masayarakat dalam memenuhi
kehidupan sehari-hari.
“Dan Kami
telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu
apa yang telah kamu perselisihkan itu”.
( al-Qur’an surat al-Maidah, 5 : 48)
Syarat terjadinya interaksi social
antara lain: 1) adanya kontak social, 2) komunikasi antar sesame, dan 3) kontak
social terjadi apabila hubungan dengan pihak lain. Adapun kontak social dapat
bersifat positif dan bersifat negative (Anorogo & Ninik, 1993).
2.2 Implemetasi Pengetahuan dalam Konsep Ilmu
Menurut Paradigma Islam
Islam merupakan agama yang memberi perhatian penuh terhadap
ilmu pengetahuan. Gerakan islamisasi ilmu pengetahuan berangkat dari
keprihatinan terhadap pemikiran Islam yang ada dalam tubuh umat Islam.
Islamisasi pengetahuan ini merupakan kegiatan yang mengungkapkan, mengumpulkan,
menghubungkan dan memperluaskan menurut pandangan islam terhadap tauhid, ilmu,
akhlak, ibadah dan mardhatillah (Ismail Yusanto, 2002).
Al-attas merumuskan dengan baik
pemahaman pengetahuan yang di sampaikan oleh ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan
dengan ilmu dan cara mmperolehnya (Didiek Ahmad Supadie;Sarjuni, 2012).
“Dia mangajar manusia sesatu yang tidak diketahui”
(
al-Qur’an surat al-‘Alaq, 96 : 5 )
Dalam ayat ini Allah
menambahkan keterangan tentang kelimpahan karunian_Nya yang
tidak terhingga kepada manusia, bahwa allah yang menjadikan nabi_Nya pandai
membaca, Dialah Tuhan yang mengajar manusia yang bermacam-macam ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagian yang menyebabkan dia lebih utama daripada binatang-binatang,
sedangkan manusia pada pemulaan hidupnya tidak mengetahui apa-apa. Oleh sebab
itu apakah menjadi suatu keanehan bahwa dia mengajar nabinya pandai membaca dan
mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan serta Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam sanggup
menerimannya.
Dalam suatu hadis yang manshur, Rasulullah Salallahu
‘Alaihi Wassalam diriwayatkan telah bersabda “ menuntut ilmu adalah fardu atas tiap-tiap orang Islam” (Didiek Ahmad Supadie;Sarjuni, 2012).
Ada perbedaan antara pengetahuan
dengan ilmu, sehinnga dalam konteks ilmu mengimplementasikan pengetahuan.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia
menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang
merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Setiap ilmu (sains)
adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan adalah ilmu.
Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun secara sistematis (berpikir, 2009).
Dari pengertian diatas, maka
pengetahuan dapat diperoleh dari apa yang kita lihat yang berdasarkan atas ilmu
yang telah diperoleh. Ilmu tidakhanya diperoleh dari buku, tetapi dalam Islam
ilmu yang baik diperoleh dan dipelajari dari al-Qur’an, kemudia ditambah dengan
buku, majalah, majelis bahakan guru/dosen.
Dalam penetapan harga, pengetahuan
didapat dari pengalaman dimasa lalu dan keadaan yang terjadi disaat sekarang.
Bagaimanakah caranya?. Pengetahuan diperoleh ketika produsen berinteraksi
dengan masyarakat sehingga produsen memahami kebutuhan masyarakat, setelah
mengetahui kebutuhan masyarakat maka produsen akan mencari informasi tentang
perkembangan hrga produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dari situlah
pengetahuan dapat diperoleh yang di dasarkan atas ilmu yang dipelajari.
“ dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli Kitab) berpendapat
bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar dan
menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
(
al-Qur’an surat Saba’, 34 : 6 )
2.3 Implemetasi Etika dalam Konsep Akhlak
Menurut Paradigma Islam
Secara logika arti etika adalah
penerapan etika dalam menjalankan kegiatan suatu bisnis. Tujuan bisnis yakni
memperoleh keuntungan tetapi harus berrdasarkan norma-norma yang berlaku.
Herbert A. Simon (1976) dalam bukunya Administrative Behavior, The Free Press,
A. Division of Mc Millan Publishing Co, N.Y, USA menyatakan bahwa “ etika
berkaitan dengan hal-hal yang baik dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak
betul, jujur dan bohong” (Prawirosentono, 2002).
Etika diperlukan dalam penetapan
harga produk. Dengan etika yang baik maka produsen akan menetapkan harga sesuai
dengan biaya total produksi dan besarnya keuntungan yag diperoleh dan dilihat
pula dengan kondisi ekonomi masyarakat sekitar atau sasaran masyarakatnya.
Dengan etika yang beorientasi pada akhlak produsen makan harga tersebut akan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran.
“ ……Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah adil walaupun dia adalah kerabat(mu).
Dan penuhilah janji Allah. Demikianlah yang telah diperintahkan-Nya kepadamu
agar kamu mendapat peringatan.”
(
al-Qur’an surat al-An’am, 6 : 152 )
Bisnis mempraktikkan bahwa seorang
pemimpin/karyawan memandang benar/salah merefleksikan nilai-nilai pokok mereka.
Nilai etika yang di pegang teguh terkadang-kadang pilihan yang sulit. Tindakan
yang paling etis dan paling ekonomis sering berbeda, karena mengambil jalan
tindakan yang tepat dapat menjadi mahal. Nilai yang berfungsi sebagai dasar
untuk perilaku etis dalam bisnis didasarkan pada pandangan pribadi mengenai
seluruh bidang dan peranan manusia dalam seluruh bidang tersebut (Longenecker, Moore, & Petty, 2001).
“ Aku di utus tidak lain unutk menyempurnakan akhlak”
( Hadis Riwayat Ahmad
no 18/137)
2.4 Implemetasi Kerjasama dalam Konsep Ibadah
Menurut Paradigma Islam
Banyak pekerjaan dilakukan
bersama, yang dilakukan oleh sejumlah orang dalam suatu proses yang horizontal
dan vertical. Menggerakkan dan mengatur orang agar mau bekerja secara optimal
dan memperoleh hasil berkualitas sehingga perusahaan memperoleh keuntungan dan
masyarakat mendapat manfaat. Lingkungan kerja adalah berbeda-beda, taraf
perkembangan pun demikian. Ada orientasi dan nilai yang sama, ada yang berbeda
senantiasa ada konteks juga dalam manajemen (Oetama, 2001).
Untuk tercapainya suatu ukhuwah
yang kuat, dalam keanekaragaman seperti ini, peran komunikasi bersifat amat
menentukan. Yang penting adalah saling pengertian dan memahami dalam rangka fastabiqul
khairat, berkompetisi di dalam hal-hal yang baik. Selanjutnya perlu diwujudkan
ta’awun – ta’awanu ‘alal birri wat-taqwa – kerjasama dalam
bidang-bidang kebajikan (birr) (Rahardjo, 2016).
"Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan
nikmat-nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan,
maka Allah menjinakkan antara hati kamu, lalu menjadikan kamu dengan nikmat
Allah itu orang-orang yang bersaudara dan ketika kamu berada di jurang api
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk".
(
al-Qur’an surat al-Imran, 3: 103 )
Menurut Walter J. Kennevan Sistem
Informasi Manajemen (SIM) adalah suatu cara yang terorganisasi dalam penyediaan
informasi masa lalu, informasi saat ini, dan informasi yang di proyrksikan
untuk masa dating yang berkaitan dengan operasi internal dan penyelidikan
eksternal. Di dalam praktek banyak keluhan-keluhan para pelaku manajemen
sehubungan dengan kekurangan atau tidak terpenuhinya persyaratan informasi yang
diperoleh. Menyadari hal ini maka manejemen yang ingin berkembang harus selalu
berusaha untuk mengembangkan dan membentuk SIM yang makin baik dengan tujuan
untuk: 1) memperoleh keseragaman informasi, 2) memdapat informasi yang
terpercaya, 3) mendapat informasi yang tepat waktu sebagai hasil komunikasi
dari system yang sudah terbentuk (Suyadi Prawirosentono, 2002).
Dengan kerjasama antar tim, maka
dalam penetapan harga akan berjalan dengan lancer, karena setiap karyawan
selalu memberikan informasi yang jelas kepada pimpinan ataupun karyawan yang
lainnya, dalam hal ini ibadah dapat diterapkan. Ibadah bukan hanya shalat 5
waktu, puasa, sedekah ataupun yanglainnya, ibadah juga dapat dilakukan dengan
kerjasama yang baik antar anggota dan pimpinan perusahaan yang dapat
menciptakan suasana harmonis di perusahaan.
2.5 Implemetasi Mashlahah dalam Konsep
Mardhatillah Menurut Paradigma Islam
Menurut Jalal al-Din Abd
al-Rahman, al-mashlahah secara etimologi adalah segala sesuatu yang mengandung
manfaat bagi manusia. Makna terminologinya adalah “ al-mashlahah adalah segala
sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, yang dapat diraih oleh manusia dengan
cara memperolehnya maupun dengan cara menghindarinya”. Seperti haknya
menghindari perbudakan yang tentu membahayakan manusia (Ika Yunia Fauzia; Abdul kadir Riyadi, 2014).
Dalam perspektif Islam, kebutuhan
di tentukan oleh mashlahah. Dimana tujuan
syari’ah harus dapat menentukan tujuan perilaku dalam Islam. Imam
Ghazali telah membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Menurutnya kebutuhan
adalah keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukannya dalam
rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya (Ika Yunia Fauzia; Abdul kadir Riyadi, 2014).
Dengan mengimplemtasikann
al-mashlahah maka produsen akan memahami bagaimana memenuhi kebutuhan
masyarakat, yang dimana dapat membawa konsep mardhatillah yaitu mencari
keridhaan Allah dengan emnsejahterahkan masyarakat.
Kesejahteraan Sosial atau social welfare adalah keadaan
sejahtera masyarakat. Dalam Mu’jam Musthalahâtu al-‘Ulûm al-Ijtimâ’iyyah
dijelaskan: “Kesejahteraan sosial: sistem yang mengatur pelayanan
sosial dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan
kelompok-kelompok untukmencapai tingkat kehidupan, kesehatan yang layak dengan
tujuan menegakkan hubungan kemasyarakatan yang setara antar individu sesuai
dengan kemampuan pertumbuhan mereka, memperbaiki kehidupan manusia sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat” (Bandar, 2016).
KESIMPULAN
Harga merupakan hal
yang terpenting dalam suatu produk, karena harga dapat mempengaruhi konsumen
untuk membeli atau tidaknya produk tersebut. Harga suatu barang/jasa tertentu
adalah tingkat penilaian yang pada tingkat itu barang yang bersangkutan dapat
ditukarkan dengan sesuatu yang lain, apapun bentuknya. Di dalam kamus ekonomi
menyatakan bahwa “jumlah uang yang harus
di bayarkan untuk satu unit barang/jasa sehingga tambahan para ahli ekonomi
sering kali mengarikan harga dalam pengerian yang lebih luas untuk menunjukkan
apa saja, uang maupun barang yang dibayarkan untuk mendapatkan barang lain”. Suatu
barang memiliki harga dikarenakan si satu pihak barang itu berguna dan di pihak
lain barang tersebut langkah.
Islam telah mengatur cara bermuamalah bagi
setiap muslim. Dalam jual beli kaitannya dengan penentuan harga, islam
memperbolehkan jual beli dan melarang riba, seperti yang terkandung dalam
al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275.
Dalam penentuan harga produk terdapat 5 paradigma menurut Islam, antara lain
tauhid, ilmu, akhlak, ibadah dan mardhatillah. Dalam konsep tauhid dapat
mengimplementasikan interaksi social , konsep ilmu mengimplementasikan
pengetahuan, konsep akhak mengimplementasikan etika, konsep ibadah
mengimplementasikan kerjasama, dan konsep mardhatillah mengimplementasikan
mashlahah masyarakat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan
harga produk seperti, total biaya produksi dan tingkat keuntungan yang ingin
diperoleh. Tidak hanya itu produsen juga harus memahami dan memperhatikan
kondisi linkungan sasarannya, dimana ini bertujuan untuk tidak merugikan antara
produsen dan konsumen. Jika produsen salah dalam menetapkan harga produk, maka
produk yang dijual tidak akan laku yang menyebabkan kerugian besar. Jika harga
barang terlalu tinggi, maka akan menyusahkan dan merugikan masyarakat sekitar.
Oleh sebab itu bagi produsen, harus pandai memahami kondisi
masyarakat sasaran untuk menyesuaikan harga yang ingin ditetapkan. Harga yang
tinggi dapat disasarkan kepada masyarakat yang berekonomi diatas rata-rata,
sedangkan untuk masyarakat berekonomi rendah, maka memerlukan harga yng minim
pula tetapi juga dengan kualitas produk yang baik pula.
Daftar Pustaka
Abuddin Natta. 2013. Metodologi studi Islam. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2013. hal. 405-406.
—. 2013. Metodologi studi Islam. Jakarta : PT.
Raja Grafindo, 2013. hal. 85.
—. 2013. Metodologi studi Islam. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2013. hal. 82-83.
Atang Abd Hakim;
Jaih Mubarok. 2000. Metodologi
studi Islam. Bandung : PT. Remaja Rasdakarya, 2000. hal. 18.
Didiek Ahmad
Supadie. 2012. Pengantar studi
Islam. Jakarta : Rajawali Pers, 2012. hal. 229.
Ismail Yusanto.
2002. Menggagas bisnis Islami. Jakarta :
Gema Insani, 2002.
Nurdin Marjuni.
2009. Sumi syiah comparatif. Menggapai
mardhatillah. [Online] 28 December 2009. [Dikutip: 1 May 2016.]
http://dr-kamaluddin-nurdin.blogspot.com/2009/12/menggapai-mardhatillah.html.
Sudarsono Shobron;
Abdullah Aly;Abdullah Mahmud; Darojst Aryanto. 2005. Studi Islam I. Surakarta : Lembaga
Ilmu-Ilmu Dasar, 2005. hal. 14-16.
—. 2005. Studi Islam I. Surakarta : Lembaga
Ilmu-Ilmu Dasar, 2005. hal. 87.Anorogo, P., & Ninik, W. (1993). Psikologi dalam perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Bandar, R. (2016, Mei
10). Raja Bandar. Retrieved Mei 10, 2016, from Konsep al-Qur'an tentang
kesejahteraan sosial :
https://moehs.wordpress.com/2013/11/08/konsep-kesejahteraan-dalam-islam-tafsir-tahlily/
berpikir, F. (2009,
July 22). Filsafat Berpikir. Retrieved Mei 10, 2016, from Perbedaan
antara ilmu dan pengetahuan:
https://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/07/22/perbedaan-antara-ilmu-dan-pengetahuan/
Didiek Ahmad
Supadie;Sarjuni. (2012). Pengantar studi Islam (revisi ed.). Jakarta:
Rajawali Pers.
Ika Yunia Fauzia; Abdul
kadir Riyadi. (2014). Prinsip dasar ekonomi Islam perspektif Maqashid
al-Syari'ah. Jakarta: Kencana.
Ismail Yusanto. (2002).
Menggagas bisnis Islam. Jakarta: Gema Insani.
Longenecker, J. G.,
Moore, C. W., & Petty, J. W. (2001). Kewirausahaan manajemen usaha
kecil. Jakarta: Salemba Empat.
Oetama, J. (2001). Dunia
usaha dan etika bisnis. Jakarta: Buku Kompas.
Prawirosentono, S.
(2002). Pengantar bisnis modern ( studi kasus Indonesia dan analisis
kuantitatif ). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Rahardjo, D. (2016, Mei
10). Mitsal. Retrieved Mei 10, 2016, from Mengembangkan sistem kerjasama
umat Islam:
https://buletinmitsal.wordpress.com/perspektif/mengembangkan-sistem-kerja-sama-umat-islam/
Sudarsono Shobrun;
Abdullah Aly; Abdullah Mahmud; Darojst Aryanto. (2005). Stusi Islam I.
Surakarta: Lembaga Ilmu-Ilmu Dasar.
Suyadi Prawirosentono.
(2002). Filosofi baru tentang manajemen mutu terpadu total quality
management abad 21 ( studi kasus dan analisis). Jakarta: Bumi Aksara.
Comments
Post a Comment