Rico Januarsyah
Mahasiswa Program Studi Bisnis dan Manajemen Syariah
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Email: ricojanuarsyah@gmail.com
1.1. Peran Penting Paradigma Islam Dalam Pengembangan Ilmu
Pentingnya paradigma islam dalam pengembangan ilmu karena
ilmu ekonomi islam memulai dengan sesuatu pemahaman tentang tujuan-tujuan dan
nilai-nilai yang telah ditentukan oleh tuhan dan tidak akan dapat dilihat tanpa
hal-hal itu. Yang dimaksud dalam paradigma atau pandangan umum adalah pendapat
yang dikemukakan para ilmuan disemua fenomena yang dikaji. Paradigm lebih besar
cakupannya dari teori, karena para ilmuan menetapkan suatu teori dalam bidang
keilmuan yang berbeda berdasarkan paradigm yang ada pada masanya. Apabila muncul
satu paradigma baru , maka berubahlah semua pola piker para ilmuan tersebut (Muhammad Izzuddin Taufiq, 2006)
Kajian sumber ilmu dalam Islam,
tepatnya kajian tentang epistemologi ilmu dilakukan sejak zaman klasik Islam.
Kemudian, untuk masa yang lama terhenti kemudia kajian berlanjut di Barat
hingga kini dan setelah itu baru memasuki abad modern umat Islam kembali
melakukan kajian. Ilmuan klasik, Al-Kindi menyebutkan ilmu terbagi duaa yaitu ‘ilm
ilahiy (devine science) dan ‘ilm insaniy (human science). ‘ilm
ilahiy adalah pengetahuan langsung yang diperoleh dari Nabi dan Tuhan.
Dasar pengetahuan seperti ini ialah keyakinan. Sedangkan ‘ilm insaniy adalah
pengetahuan yang diperoleh dari manusia dan alam. Dasar pengetahuan yang
disebut terakhir adalah pemikiran (ratio-reason). Abu Hamid al-Ghazali (1111M)
membagi ilmu terkesan tidak jelas. Dalam Mizan al-Amal. Ia
membagi ilmu kepada religius (syar’iyah) dan intelektual (‘aliyah). Al-Ghazali
juga membagi ilmu kepada hudluri (yang dihadikan) dan hushuli (yang
dicapai). Dari pembagian ini, nampak jelas bahwa al-Ghazali memandang bahwa
sumber ilmu yang utama adalah wahyu ilahi dan sumber kedua adalah pengalaman
(empirik). Dalam mendapatkan ilmu, manusia menurut al-Ghazali menggunakan
indera, akan dan Qalb.
1.2. Paradigma Tauhid Menurut arti harfiah, tauhid itu ialah “mempersatukan”
berasal dari kata wahid yang berarti “satu”. Menurut istilah Agama Islam,
tauhid itu ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Tuhan. Dan segala pikiran
dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada kesimpulan bahwa Tuhan
itu yang disebut ilmu tauhid (Zainuddin, 1996)
Tauhid merupakan benteng kaum muslimin, sebagaimana disampaikan
junjungan kita Nabi Muhammad SAW melalui hadits qudsi yang diriwayatkan Abu
Na’im, Ibnu Najjar, dan Ibnu Taskir yang bersumber dari Ali Bina Abi
Thalib.r.a. “apabila seseorang mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallah
dengan hati penuh keikhlasan, keimanan dan keyakinan maka berarti dia telah
masuk kedalam benteng milik Allah dan dapat bertahan terhadap segala macam
kesulitan hidup. Pribadi atau umat itu akan merasa aman dari siksa dan hukuman
Allah (Tarmizi
Taher)
Sebagaimana kita ketauhui, ajaran atau nilai-nilai tauhid
inilah yang membedakan Islam dengan Agama lain. Sejarah membuktikan bahwa Islam
adalah agama yang paling konsisten dalam berpegang pada ajaran tauhid. Tujuan
pengutusan nabi Adam sampai nabi Muhammad Saw. Tidak lain adalah untuk
menegakkan dan memurnikan ajaran tauhid yang telah digariskan oleh Allah Swt.
Oleh karena itu, agama yang benar adlah agama yang konsisten dengan ajaran
tauhid yang telah ditetapkan Allah Swt. Dengan bertauhid berarti kita hanya
mengakui satu Tuhan, yaitu Allah Swt.
Konsekuensi bertauhid adalah hanya menyembah dan mengakui
satu Tuhan, Allah Swt. Proses bertauhid yang kita jalani otomatis akan
melahirkan suatu makrifat (pengetahuan) terhadap Allah dengan berbagai ragam
cara dan lakon. Misalnya, kita akan sampai pada kesadaran tertinggi bahwa
tujuan penciptaan diri kita didunia ini adalah untuk menjalankan amanah Allah
selaku khalifah dimuka bumi. Dan yang perlu disadari, misi kekhalifahan
tersebut tidak akan berhasil dan tidak bernilai ibadah bilamana kita
meninggalkan ajaran Allah, Al-Quran (Siswo Sanyoto, 2008) .
1.3. Paradigma Ibadah
Perlu kita ingat bahwa ketika kita ingin mengungkapkan
tentang hakikat ibadah, kita harus mencarinya dari kitab Allah dan sunnah
Rasul-nya, agar hakikat ibadah yang kita temukan nantinya adalah hakikat yang
benar. Sebab, Allah Swt tidak akan menurunkan suatu kitab atau mengutus seorang
rasul kecuali unrtuk member penjelasan kepada manusia tentang tujuan dari
penciptaan mereka dimuka bumi ini dan menunjukkan kepada mereka jalan yang
harus ditempuh agar mereka dapat sampai kepada tujuan tersebut.
Jika kita merujuk kepada Al-Quran dan sunnah, niscaya kita
akan mendapatkan bahwa pengertian ibadah didalam keduanya tidak hanya terbata
pada perkara-perkara yang bersifat wajib saja, akan tetapi mencakup segala sisi
kehidupan. Dan Ibadah itu adalah nama untuk seluruh perbuatan yang dicintai
oleh Allah Swt dan diridhai-nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik
yang bersifat zahir maupun yang bersifat batin (Umar Sulaiman Al-Asyiqar, 2005) .
Seperti diyakini bahwa tidak satupun diantara ciptaan dan
kebijakan Allah SWT yang tanpa hikmah. Didalam Al-Quran Surah Ali Imran(3) ayat
191 dinyatakan “ ya tuhan kami, tiada engkau menciptakan ini dengan sia-sia.”
Akan tetapi, tidak semua hikmah ibadah dapat dijangkau oleh kemampuan
pengetahuan manusia. Didalam Al-Quran
digambarkan bahwa dari ibadah yang dilakukan akan menimbulkan kemashlahatan,
diantaranya untuk mencapai derajat takwa bagi pelakunya seperti yang tercantum
dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah(2) ayat 21 “ Hai manusia, sembahlah tuhanmu
yang menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa” (Misbahus Surur, 2009)
1.4. Paradigma Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun
yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti,
kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak
merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah. (Tim pengembang Ilmu pendidikan FIP-UPI, 2007)
Kata akhlak menunjukkan sejumlah sifat tabiat fitri (asli)
pada manusia dan sejumlah sifat yang diusahakan hingga solah-olah fitrah akhlak
ini memiliki dua bentuk, pertama bersifat batiniyah (kejiwaan), dan yang kedua
bersifat zahiriyah yang terwujud dalam perilaku (Ali Abdul Halim Mahmud, 1996) .
Dalam prespektif islam, akhlak terkait erat dengan ajaran dan
sumber islam tersebut, yaitu wahyu. Sehingga sikap dan penilaian akhlak selalu
dihubungkan dengan ketentuan syariah dan aturannya. Tidak bisa dikatakan sikap
ini baik atau buruk hanya bersandar pada pendapat seseorang ataupun kelompok,
karena bisa jadi pendapat tentang kebaikan dan keburukan sesuatu hal bisa
berbeda antara dua orang ataupun dua kelompok. (INCOMP, 2015) . Akhlak merupakan
bagian tak terpisahkan dari iman dan akidah, ketika Rasulullah ditanya:
“siapakah orang beriman yang paling utama imannya?” maka beliau menjawab, “
yang paling baik akhlaknya.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi, no. 1162 dan Abu
Dawud, no. 4682)
1.5. Paradigma Ilmu
Pandangan islam tentang
ilmu berbeda dengan pandangan syariat lain atau undang-undang dan peraturan
buatan manusia.pembahasan tentang ilmu menurut kacamata islam harus
menyeratakan tiga hal penting, yakni ilmu itu sendiri, orang yang berilmu, dan
penuntut ilmu. “ orang yang paling menyesal kelak pada hari kiamat adalah orang
yang memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu, namun ia tidak menuntutnya; dan
orang yang mengetahui suatu ilmu sehingga orang lain dapat mengambil
manfaatnya, sedangkan dirinya sendiri tidak dapat mengambil manfaatnya.”
(Hadits Riwayat Ibnu ‘Asakir). Dengan demikian ilmu yang haq adalah ilmu yang
bermanfaat bagi pemiliknya dan orang lain, guna membersihkan jiwa, beramar
ma’ruf nahi mungkar, dan bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah. Dan
mengajarkan ilmu termasuk kategori sedekah paling utama, dari Abu Hurairah r.a
bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “ sedekah yang paling utama adalah jika seorang
muslim mempelajari ilmu dab mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.”
(Hadits Riwayat Ibnu Majah) (Hasan Asy Syarqawi, 1994)
Mengkaji ilmu adalah satu aktivitas yang dilakukan manusia.
Ilmu sendiri memiliki definisi yang sangat beragam dan dapat dilihat dari
berbagai buku referensi ataupun kamus. Ilmu adalah penelusuran data atau
informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan
menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal-usulnya. Bila ingin mengetahui
definisi ilmu yang komperhensif, maka ada baiknya kita merujuk pada kitab-kitab
klasik islam. Salah satu definisi yang ada diantaranya, “ ilmu adalah satu
keyakinan yang sesuai dengan realitas yang ada” dan “ ilmu adalah menelusuri
hakikat sesuatu atau mengungkapkan karakteristik sesuatu dengan optimal” (Muhammad Izzuddin Taufiq, 2006) .
Menurut Al-Quran, manusia adalah makhluk yang berpotensi
untuk menguasai ilmu pengetahuan. Manusia diukur antara lain oleh interaksinya
dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, berulang kali dikemukakan dalam
Al-Quran agar manusia berkerja pada amal-amal yang menghasilkan ilmu. Menusia
diangkat sebagai khalifah–nya dan dibedakan dari yang lain karena ilmu
pengetahuan. Manusia yang paling ideal dalam pandangan Al-Quran adalah manusia
yang mencapai derajat ketinggian iman dan ilmu pengetahuan. Hanya saja perlu
diingat, bahwa tujuan utama dari kepemilikan ilmu pengetahuan, bukan
semata-mata mencerdaskan akal pikiran, atau untuk mempunyai kemampuan berdebat
dan berdiskusi, akan tetapi untuk meningkatkan keimanan dan keyakinan kepada
Allah, (Didin Hafidhuddin, 2003) . sebagaimana firmannya :
"sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'ya tuhan kami, tidaklah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
(Al-Quran Surah Ali Imran: Ayat 190-191)
"sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'ya tuhan kami, tidaklah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
(Al-Quran Surah Ali Imran: Ayat 190-191)
1.6. Paradigma Mardhatillah
Madhatillah ialah ridha Allah SWT, dan ridha itu artinya
rela, mencari ridha Allah artinya mencari apa yang membuat Allah rela kepada
kita. Maka seorang yang memiliki prinsip hidup mencari ridha Allah adalah
mereka yang menuhankan Allah sekaligus memiliki prinsip Lailahaillallah. Tapi
yang dimaksud mencari ridha Allah itu tidak hanya shalat dan ibadah dengan
tekun kemasjid. Tidak hanya berzikir atau mengaji, namun memiliki makna yang
sangat luas. Ini menyangkut filosofi hidup, menyangkut ideologi. Konsekuensinya
sangat luas, seorang mencari ridha Allah maka ia akan mengikuti apa yang
diinginkan Allah, ia akan banyak berbuat baik, berhati lembut, tidak suka
menyakiti hati saudara, menjaga keamanan sosial, banyak berkorban untuk
manusia. Yang diharapkan adalah cita-cita untuk mendapatkan ridha Allah adalah
tujuan yang pertama, yang tengah, dan yang terakhir. Dengan arti kata bahwa
semua tujuan dalam hidup ini adalah mencari ridha Allah yang maha kuasa. Barangsiapa
yang menjadikan semua tujuannya hanya untuk mencari ridha Allah maka Allah akan
mencukupi kebutuhan hidupnya (Anif Sirsaeba & Mansur Abdul Hakim Muhammad,
2007)
2. KONSEP KOMPENSASI MENURUT PANDANGAN ISLAM
2. KONSEP KOMPENSASI MENURUT PANDANGAN ISLAM
2.1. Waktu implementasi dari Ibadah
Salah satu keprihatinan utama dan
terus-menerus bagi semua orang dewasa ini adalah bagaimana kita dapat
menggunakan atau mengisi waktu, yaitu bagaimana kita dapat mengatasi keperluan
yang muncul selama satu kehidupan yang terbatas tepat pada waktunya. Keperluan
tersebut datang dari teman-teman, pekerjaan, dan hidup rohani kita.
Dorongan-dorongan yang sulit dan sering bertentangan atau saling bersaing dalam
kehidupan dewasa ini mempunyai suatu unsur atau medium yang sama yaitu waktu.
Pada saat kita berjuan untuk mencintai secara baik, bekerja secara kreatif, dan
masih memperhatikan diri sendiri, kita tidak dapat menghindarkan diri dari
unsur ini atau merasa bahwa waktu adalah sesuatu yang diberikan diluar kontrol
kita (Spillane, 2003) .
Seorang tokoh agama yang hidup diabad pertengahan pernah mengatakan bahwa
kalau tidak ditanya, dia tahu arti dari “waktu”. Akan tetapi, kalau dia diminta
untuk menjelaskan arti dari “waktu” kepada orang lain, dia tidak mengetahuinya.
Ada dua fakta yang memaksa kita menjadi lebih sadar akan keputusan pribadi dan
dorongan dari luar yang membentuk waktu dari hidup kita: pertama, hidup manusia
yang sekarang semakin lama semakin sibuk, dan kedua, kebanyakan tuntutan
dihadapi oleh orang yang bertanggung jawab (Spillane, 2003).
Apabila kita implementasikan waktu kepada ibadah hidup akan bermakna,
selam kita sendiri memberikan makna terhadap waktu. Bahkan, Al-Qur’an
memberikan satu perhatian khusus akan nilai dan esensi waktu dengan peringatan.
“ demi masa. Sesungguhnya manusia
itu benar-benar dalam keadaan rugi, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan saling menasehati supaya menaati kebenaran dan
saling menasehati sepaya menetapi kebenaran”
( AL-Qur’an Surah An-Ashr ayat : 1-3)
Waktu merupakan rangkaian momen, kejadian, atau batas awal dan akhir
sebuah peristiwa. Hidup tak mungkin ada tanpa dimensi waktu. Karena, hidup
adalah pemberdayaan lingkungan melalui gerak yang terukur. Kita dapat katakana
bahwa waktu adalah salah satu dari titik sentral kehidupan. Seseorang yang
menyia-nyiakan waktu, pada hakikatnya dia sedang mengurangi makna hidupnya.
Bahkan, kesengsaraan manusia bukanlah terletak pada kurangnya harta, tetapi
yang disebut dengan kesengsaraan yang paling nista justru karena membiarkan
waktu berlalu tanpa makna (Toto Tasmara, 2000)
Dalam kompensasi waktu memiliki arti sebagai suatu imbalan yang
diberiakan perusahaan kepada para karyawan dengan ketentuan atau kesepakatan
bersama, dan merupakan suatu imbalan balas jasa yang diberikan kepada karyawan
yang melalkukan perkerjaan. Perusahaan memberikan kompensasi kepada karyawan
dengan tepat waktu sesuai dengan perjanjian. Hal ini
berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda. "Berikan kepada seorang
pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (Hadits Riwayat Ibnu
Majah). Hadis sahih ini berupa perintah yang wajib ditunaikan para majikan.
Haram hukumnya menangguhkan gaji pekerja tanpa alasan yang syar'i (Republika Mahaka Group, 2015) .
2.2. Pengalaman implementasi dari
Ilmu
Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau
masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu
pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Manulang, 1984) . Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja
juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih
berpengalaman dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang lebih
besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat
pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan organisasi
pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan
untuk meningkatkan pengetahuannya (Syafrul Zulfikar, 2012) . Sesuai dengan
hadits yang menyatakan tentang pengalaman:
“ Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tiada yang memiliki ketabahan kecuali seorang yang telah
mengalami ujian. Tidak ada kebijaksanaan, kecuali yang telah kenyang
pengalaman." Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan gharib, kami tidak
mengetahuinya kecuali dari jalur ini.” ( Hadits Riwayat Tirmidzi No 1956 )
Dalam
implementasi pengalaman merupakan suatu hal yang terpenting dalam melakukan
sebuah pekerjaan, latihan berulang-ulang akan memperkuat dan meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan seseorang. Bagi seorang karyawan proses-proses dalam
bekerja merupakan latihan yang akan menambah pengalaman, sehingga karyawan
tersebut mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam proses
bekerja. Karenanya pengalaman dapat membangkitkan dan mengundang seseorang
untuk melihat semua pekerjaan sebagai peluang untuk terus berlatih dan belajar
sepanjang hayat.
Menurut Hitzman
(Muhibbin Syah, 1995) mengatakan “pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah
laku organisme dapat dianggap sebagai kesempatan belajar”. Hasil belajar dari
pengalaman kerja akan membuat orang tersebut kerja lebih efektif dan efisien.
Pengalaman akan membentuk pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang lebih
menyatu pada diri seseorang, jika bidang pekerjaan yang ditangani selama masih
bekerja merupakan bidang yang sejenis yang pada akhirnya akan membentuk spesialisasi
pengalaman kerja diperoleh selama seseorang bekerja pada suatu perusahaan dari
mulai masuk hingga saat ini. Selain itu pengalaman dapat diperoleh dari tempat
kerja sebelumnya yang memiliki bidang pekerjaan yang sama dengan yang sedang
dihadapi. Banyak sedikitnya pengalaman kerja akan menentukan atau menunjukan
bagaimana kualitas dan produktivitas seseorang dalam bekerja, artinya mudah
sukarnya atau cepat lambatnya seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan akan
dipengaruhi oleh seberapa banyak orang tersebut telah memiliki pengalaman kerja
dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Ini berarti pengalaman akan juga
mempengaruhi kemampuan dalam bekerja (Jurnal Penelitian, 2014)
2.3. Kelayakan implementasi dari
Akhlak
Disamping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu diperhatikan
masalah kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar hidup seperti
kebutuhan pokok minimum atau upah minimum sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Kelayakan juga dilihat dengan cara membandingkan pengupahan diperusahaan lain.
bila kelayakan ini sudah tercapai, maka perusahaan sudah mencapai apa yang
disebut konsistensi eksternal. Apabila upah didalam perusahaan yang
bersangkutan lebih rendah dari perusahaan-perusahaan lain, maka hal ini dapat
mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja. Oleh
karena itu untuk memenuhi kedua konsistensi tersebut (internal dan eksternal)
perlu digunakan suatu evaluasi pekerjaan (Mochamad Faqih, 2012) , sesuai dengan
hadits dari Mustawrid bin Syadad, Rasulullah SAW bersabda:
“ siapa yang menjadi pekerja bagi
kita, hendaklah ia mencarikan isteri (untuknya); seorang pembantu bila tidak
memilikinya, hendaklah ia mencarikan untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai
tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal.” Abu bakar mengatakan: diberitakan kepadaku
bahwa Nabi Muhammad Saw. Bersabda: “ siapa yang mengambil selain itu, maka ia
adalah seorang yang keterlaluan atau pencuri.” (Hadits Riwayat Abu Daud)
Bila implementasi kelayakan dalam pemberian kompensasi yang diberikan
perusahaan kepada para karyawan maka merupakan suatu akhlak yang mulia, sesuai
dengan hadits :
"Tidak
ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang Mukmin pada Hari
Kiamat nanti selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci orang yang
berbuat keji dan berkata-keta keji." (Hadits Riwayat At-Tirmidzi)
"Sesungguhnya
orang yang paling aku cintai dan paling dekat kedudukannya dengan majelisku
pada Hari Kiamat nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya. Sebaliknya,
orang yang aku benci dan paling jauh dari diriku adalah orang yang terlalu
banyak bicara (yang tidak bermanfaat, pen.) dan sombong." (Hadits Riwayat At-Tirmidzi)
Maka dariapada itu pemberian kompensasi
dengan asas kelayakan sangan berdampak baik pada suatu perusahaan, karena akan
menyangkut dengan kelangsungan hidup para karyawan yang berkerja pada
perusahaan.
2.4. Adil implementasi dari Mardhatillah
Keadilan kompensasi merupakan faktor penting yang
mempengaruhi bagaimana dan mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan
bukan pada perusahaan lainnya. Kompensasi yang adil maksudnya segala
pengorbanan yang dilakukan oleh karyawan seimbang dengan imbalan yang mereka
terima. Ada keseimbangan antara produktivitas dengan upah atau gaji atau
kompensasi yang diterimanya. Keadilan kompensasi pada prinsipnya adalah sama
akan tetapi bagi karyawan yang prestasinya beda maka keadilan kompensasi yang
diterima berbeda tergantung pada prestasi kerjanya (Yuanita, 2013) .
Syaikh Al-Qaradhawi mengatakan, sesungguhnya pilar penyangga
kebebasan ekonomi yang berdiri diatas pemuliaan fitrah dan harkat manusia
disempurnakan dan ditentukan oleh pilar penyanga lain yaitu keadilan. Keadilan
dalm islam bukanlah prinsip yang sekunder. Ia adalah dasar dan pondasi kokoh
yang memasuki semua ajaran dan hukum islam berupa akidah, syariah, dan akhlak(
moral). Implementasi sikap adil dalam bisnis merupakan hal yang sangat berat,
baik dalam industri perbankan, asuransi, maupun dalam bentuk-bentuk perdagangan
dan bisnis lainnya. Mungkin karena itula Allah SWT demikian sering menekankan
sikap adil ini ketika berbicara muamalah (Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir sula, 2006) . demikian pula dalam
hadits-hadits Nabi Muhammad. Allah berfirman:
“ sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia member
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” ( Al-Quran Surah An-Nahl Ayat: 90)
“ dan berikanlah ukuran yang penuh
dengan timbangan dengan adil ” ( Al-Quran Surah Al-An’am Ayat: 152)
Kita juga dapat mengatakan bahwa orang yang adil adalah orang
yang patuh kepada peraturan atau perundang-undangan, atau orang yang tidak
merugikan orang lain. ini merupakan implementasi dari pengertian adil yaitu
member kepada seseorang apa yang menjadi haknya (Ans Gregory Da Iry, 2009) . Sesuai sengan ayat
Al-Quran yang artinya:
“ wahai orang-orang yang
beriman! Jadilah kamu sebagai orang-orang yang selalu menegakkan keadilan
karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk beraku tidak adil. Berlaku adillah,
karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.
( Al-Quran Surah Al-Maidah Ayat: 8)
Keadilan dalam pemberian
kompensasi, baik itu gaji/upah, bonus, insentif, dan lain-lain dapat
menimbulkan persepsi bisa membuat organisasi berjalan dengan baik. Begitu juga
dengan sebaliknya organisasi/perusahaan dapat berjalan tidak baik apabila
karyawan dalam perusahaan tersebut tidak memberikan kompensasi secara adil. Hal
tersebut dapat dilihat dengan adanya persepsi tentang perbedaan karyawan dalam
memandang suatu pekerjaan. Sehingga ada istilah “posisi basah dan kering”.
Padahal dalam sebuah organisasi setiap pekerjaan adalah penting karena apabila
dalam suatu organisasi ada satu pekerjaan/jabatan tidak berjalan dengan baik maka
kegiatan dalam organisasi. perusahaan akan terganggu (Muhammad Rasyid Abdillah, 2012)
KESIMPULAN
Kompensasi merupakan
hal yang sangat sensitif karena menyangkut dengan keberlangsungan kehidupan
manusia, dalam organisasi manusia ditempatkan sebagai unsure yang sangat
khusus, karena manusia baru akan terdorong untuk berkerja dan meningkatkan
produktivitasnya jika beragam kebutuhannya mulai dari kebutuhan fisik,
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan diri dapat
terpenuhi dengan baik.
Ada beberapa hal
yang perlu diingat oleh organisasi dalam pemberian kompensasi. Pertama,
kompensasi yang diberikan harus dapat dirasakan adil oleh pegawai dan kedua,
besarnya kompensasi tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan oleh. Apabila dua
hal ini dapat terpenuhi, maka pegawai akan merasa puas. Kepuasan akan memicu
pegawai untuk terus meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan organisasi maupun
kebutuhan pegawai akan tercapai secara bersama.
Untuk mencapai
keadilan sebagaimana diharapkan oleh pegawainya, maka organisasi harus
mempertimbangkan kondisi. Kompensasi yang diberikan berdasarkan pekerjaan atau
senioritas tanpa memperhatikan kemampuan dan keterampilan seringkali membuat
pegawai yang mempunyai keterampilan dan kinerja yang baik menjadi frustasi dan
meninggalkan organisasi, sebab kompensasi yang diberikan organisasi dirasakan
tidak adil dan tidak sesuai dengan harapan mereka, sebaliknya kompensasi ini
akan membuat pegawai yang tidak berprestasi menjadi benalu bagi organisasi.
Kompensasi yang diberikan berdasarkan kinerja dan keterampilan pegawai nampaknya
dapat memuaskan pegawai, sehingga diharapkan pegawai termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan mengembangkan keterampilannya. Hal ini disebabkan
karena pegawai yang selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja dan
keterampilannya akan mendapatkan kompensasi yang semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Abdul Halim Mahmud. (1996). Karakteristik
Umat Terbaik. Jakarta: Gema Insani Press.
Anif Sirsaeba &
Mansur Abdul Hakim Muhammad. (2007). Agar kekayaan dilipatkan dan
kemiskinan dijauhkan. Jakarta: Republika.
Ans Gregory Da Iry.
(2009). DAri Papua Meneropong Indonesia. Grasindo.
Didin Hafidhuddin.
(2003). Islam Aplikatif. Jakarta: Gmea Insani Press
.
Hasan Asy Syarqawi.
(1994). Manhaj Ilmiah Islami. Jakarta: Gema Insani Press.
Hermawan Kartajaya
dan Muhammad Syakir sula. (2006). Syariah Marketing.Bandung: Mizan .
INCOMP. (2015). Keistimewaan
Akhlak Islami. Bekasi.
Jurnal Penelitian.
(2014, Maret). Pengertian pengalaman kerja. Retrieved Mei 27, 2016,
from Pengertian pengalaman kerja: http://www.e-jurnal.com/2014/03/pengertian-pengalaman-kerja.html
Manulang. (1984). Manajemen
Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Misbahus Surur.
(2009). Dahsyatnya Shalat Tasbih. Jakarta: Qultum Media.
Mochamad Faqih.
(2012, April 25). Makalah efektifitas kompensasi terhadap produktifitas
kerja. Retrieved Mei 25, 2016, from Makalah efektifitas kompensasi terhadap produktifitas kerj http://coretankangfaqih.blogspot.co.id/2012/04/makalah- efektifitas-kompensasi-terhadap.html
Muhammad Izzuddin
Taufiq. (2006). Psikologi Islam. Jakarta: Gema Insani.
Muhammad Izzuddin
Taufiq. (2006). Psikologi Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Muhammad Rasyid
Abdillah. (2012, juli 17). kompensasi yang adil. Retrieved Mei 25,2016, from kompensasi yang adil
:http://sheedabdillah.blogspot.co.id/2012/07/kompensasi-yang-adil.html
:http://sheedabdillah.blogspot.co.id/2012/07/kompensasi-yang-adil.html
Republika Mahaka
Group. (2015, April 30). Hukum Menunda Gaji Pekerja. Retrieved Mei 24,
2016, from Hukum Menunda Gaji Pekerja: http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/04/30/nnly478-hukum-menunda-gaji-pekerja
Siswo Sanyoto.
(2008). Membuka Tabir Pintu Langit menuju agama tauhid dan makrifat.
Jakarta: Pt. Mizan Publika.
Spillane, J. J.
(2003). Time Manajement. Yogyakarta: Kanisius.
Syafrul Zulfikar.
(2012, Maret 28). Office Management And My Story. Retrieved Mei 27,
2016, from Office Management And My Story: https://syafruldzulfikarfajri.blogspot.co.id/2012/03/pemberian-kompensasi.html
Tarmizi Taher. Menyegarkan
Akidah Tauhid Insani Mati di era Klenik. Jakarta: Gema Insani Press.
Tim pengembang Ilmu
pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan.PY.IMTIMA.
Toto Tasmara. (2000).
Menuju Muslim Kaffah. Jakarta: Gema Insani Press.
Umar Sulaiman
Al-Asyiqar. (2005). Fiqih Niat. Jakarta: Gema Insani Press.
Yuanita. (2013,
Februari 25). Keadilan dan kelayakan dalam pemberian kompensasi Retrieved Mei 24, 2016, from Keadilan dan kelayakan dalam pemberian kompensasi : https://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/02/25/keadilan-dan-kelayakan-dalam- pemberian-kompensasi/
Comments
Post a Comment